Asian Agri Pertimbangkan Ajukan Peninjauan Kembali
KATADATA ? Asian Agri Group (AAG) mempertimbangkan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan denda pidana sebesar Rp 2,5 triliun. Namun AAG tetap bersedia membayar denda itu sebagai upaya menghormati hukum.
?Kami patuhi dulu tapi kami tetap akan lakukan upaya hukum baik. Kita dapat melakukan upaya hukum biasa dan luar biasa misalnya PK," ujar kuasa hukum Asian Agri, Yusril Ihza Mahendra dalam konferensi pers yang diselenggarakan AAG di Restoran Sari Kuring, Sudirman, Jaksel, Kamis (30/1).
Dalam kesepakatan antara Kejagung dan AAG, diputuskan bahwa AAG membayar terlebih dahulu sebesar Rp 719,9 miliar dan pembayaran ini sudah terlaksana pada 28 Januari 2014. Sisanya yaitu sebesar Rp 1,8 triliun akan dicicil hingga bulan Oktober 2014 sebesar Rp 200 miliar per bulan. Cara pembayaran itu dibuat agar perusahaan tetap aktif dan untuk kepentingan 25 ribu karyawan di 14 perusahaan.
Yusril menjelaskan langkah hukum itu akan diambil setelah melakukan diskusi intensif dengan direksi AAG. Saat ini, upaya hukum biasa yang sedang berlangsung yaitu pengajuan banding ke pengadilan pajak. Untuk denda pajak ini, Asian Agri dikenakan denda Rp 1,9 triliun.
Pihak Asian Agri keberatan dengan denda itu karena yang diadili adalah Suwir Laut, secara perorangan bukan mewakil direksi AAG. Sedangkan menurutnya Asian Agri tidak pernah didakwa, dan diadili namun putusan MA dijatuhkan ke Asian Agri. Yusril mengatakan keputusan denda Rp 2,5 triliun ini tidak sesuai, karena dalam kasus ini terdapat dua pemangku kebijakan yang memiliki kompetensi berbeda dalam memutuskan. ?Pengadilan pidana tapi ada juga pengadilan pajak, kompetensinya kan beda. Sehingga jadi tanda tanya darimana MA dapat angka Rp 1,25 triliun dan diputuskan dendanya 2 kali itu,? tutur dia.
Kejaksaan Agung sudah memblokir aset dari 14 anak perusahaan AAG senilai Rp 5,3 triliun. Apabila perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu tak membayar denda Rp 2,5 triliun maka aset itu akan disita oleh Kejaksaan Agung.
General Manager Asian Agri Group Freddy Widjaja meminta pemerintah bijaksana terkait pemblokiran tersebut. Sebab hal ini akan mengganggu operasional perusahaan, seperti pergantian direksi yang harus mendapatkan izin Kementerian Hukum dan HAM.
"Kalau diblokir, proses seperti itu tertunda. Itu contoh konkret (dampaknya). Perubahan susunan direksi harus melalui Kemenhukham, kalau itu terpending akan susah," kata Freddy.