Ekonomi RI Masih Hadapi Risiko

Image title
Oleh
14 Maret 2014, 00:00
3071.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
KATADATA | Agung Samosir

KATADATA ? Ekonomi Indonesia diperkirakan masih menghadapi tantangan yang cukup serius ke depan.  Bank Indonesia (BI) pun merevisi pertumbuhan ekonomi 2014 dari kisaran 5,8-6,2 persen menjadi 5,5-5,9 persen.

BI berasalan pertumbuhan konsumsi melambat dibanding perkiraan, lantaran stimulus ekonomi dalam masa pemilihan umum tak sekuat yang diperkirakan.

Menurut ekonom Citi Indonesia Helmi Arman, sejumlah risiko yang bakal dihadapi Indonesia di antaranya kinerja ekspor produk manufaktur yang masih rendah, meskipun pada Januari kinerjanya sudah menunjukkan peningkatan. Dari faktor global, risiko yang berasal dari pertumbuhan ekonomi China masih ada.

?Ini menyebabkan ketidakpastian harga komoditas,? kata dia dalam risetnya yang diterima Katadata, Jumat (14/3).  
Terkait penguatan rupiah yang cukup drastris sejak pertengahan Februari lalu, Helmi menilai bank sentral cenderung santai menanggapi penguatan rupiah. Imbal hasil obligasi turun secara signifikan dalam beberapa bulan ini, seperti yield surat utang bertenor 10 tahun mendekati 8 persen.

Penurunan ini mencerminkan perbaikan kebijakan, pembalikan di pasar uang. ?Namun cukup mengejutkan penguatan rupiah direspon biasa oleh BI,? ujarnya.

Menurutnya penguatan rupiah dapat menyulitkan upaya untuk mencapai target defisit transaksi berjalan sebesar 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini. Ia memperkiraan BI akan menaikkan BI Rate menjadi 7,75 persen pada akhir 2014.

Seperti diketahui, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen. Keputusan BI tersebut sudah sesuai dengan perkiraan kalangan analis dan ekonom. BI juga mempertahankan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,7 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan keputusan itu sejalan dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tren defisit transaksi berjalan yang menurun. Pertumbuhan ekonomi dinilai seimbang. Defisit neraca perdagangan pada Januari sebesar 0,43 persen lebih dipengaruhi pola musiman dan menurunnya ekspor komoditas non migas sebagai dampak penerapan UU Minerba.

Tirta menjelaskan revisi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan BI di antaranya disebabkan konsumsi rumah tangga menjelang pemilu tak sebesar perkiraan, bahkan lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,2 persen. ?Sekarang di bawah itu. Kami setiap bulan memiliki survey jumlah spending untuk mencetak kaos, baliho, tak seagresif pemilu sebelumnya,? ujarnya.

Reporter: Rikawati, Nur Farida Ahniar
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...