Otoritas Bursa Tanya Kesiapan Emiten Batu Bara

Image title
Oleh
4 April 2014, 00:00
3324.jpg
Arief Kamaludin|KATADATA
KATADATA | Arief Kamaludin

KATADATA ? Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 terkait pengolahan batu bara. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan revisi aturan yang tinggal menunggu disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM ini tidak mewajibkan perusahaan mengolah batu bara. Sanksinya pun tidak ada.

Namun, jika memiliki pabrik pengolahan, perusahaan tersebut akan mendapat pengurangan royalti. Pengurangan royalti ini sangat penting bagi perusahaan batu bara, karena saat ini pemerintah juga sedang merencanakan kenaikan tarif royalti menjadi 13,5% dari harga jual. Selama ini besaran royalti tersebut sekitar 3-7% dari harga jual. Pengurangan royalti bisa menekan biaya yang dikeluarkan perusahaan batu bara.

Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2010, ada delapan poin yang termasuk dalam kategori pengolahan. Delapan poin tersebut adalah penggerusan, pencucian, pencampuran, peningkatan mutu, pembuatan briket, pencairan, gasifikasi serta coal water mixer.

Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Selasa (1/4), PT Bursa Efek Indonesia meminta penjelasan kepada emiten-emiten batubara terkait kesiapan emiten dalam kaitannya dengan revisi aturan tersebut. Dari beberapa emiten yang memberikan konfirmasi, hanya sedikit emiten yang menyatakan telah memiliki fasilitas pengolahan, di antaranya PT Bukit Asam Tbk dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk.

PT Bukit Asam Tbk sudah cukup lama memiliki fasilitas pengolahan batu bara. Bahkan dari perseroan memiliki fasilitah pengolahan dari semua kategori sebagaimana yang diatur dalam aturan tersebut. ?Perseroan juga memanfaatkan batu bara berkalori rendah dengan mengembangkan usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap,? ujar Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Joko Pramono, dalam keterangannya kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat (4/4).

PT Indo Tambangraya Megah Tbk, mengaku telah melakukan kegiatan penggerusan, pencucian dan pencampuran. Sementara lima poin kategori pengolahan lainnya belum ada. Saat ini pun perseroan berencana membangun pembangkit listrik untuk memanfaatkan batu bara yang diproduksi.

PT Atlas Resources Tbk, juga sudah memiliki pengolahan, tapi baru hanya penggerusan. Jika nantinya diwajibkan membangun pabrik pengolahan kategori lainnya, perseroan akan akan mempertimbangkan untuk investasi lagi atau bekerjasama dengan pemegang pemegang Ijin Operasi Produksi. Dalam hal ini Atlas Resources memerlukan waktu 3-5 tahun untuk bisa membangun pabrik pengolahan.

Berbeda halnya dengan tiga emiten lain yang memberikan konfirmasi kepada Bursa Efek Indonesia. PT Hanson International Tbk, PT Resource Alam Indonesia Tbk, dan PT Asia Natural Resources, hingga saat ini belum memiliki fasilitas pengolahan. Masalahnya untuk membangun pabrik pengolahan dibutuhkan sumber daya manusia yang ahli dan dana investasi yang sangat besar.

Direktur Utama Resource Alam Indonesia Pintarso Adijanto, mengungkapkan dalah hal pengolahan dan meningkatkan nilai tambah batu bara harus disesuaikan dengan cadangan, ketersediaan teknologi yang sudah teruji dan kondisi pasar yang memungkinkan. Makanya hingga saat ini pun, kedua perusahaan ini belum berencana membangun pabrik. ?Pabrik akan baru direncanakan dalam 1-2 tahun ke depan,? ujar Sekretaris Perusahaan Hanson Rony Agung Suseno.

Reporter: Safrezi Fitra
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...