Investasi Semen Dibatasi, Produsen Sulit Tingkatkan Pendapatan
KATADATA ? Pembatasan investasi pabrik semen dinilai akan mengurangi potensi perusahaan dalam meningkatkan pendapatan. Sebab, permintaan semen diprediksi akan meningkat, terutama ketika dimulainya pembangunan infrastruktur.
Direktur Keuangan PT Semen Indonesia Tbk. Ahyanizzaman mengatakan konsumsi semen nasional mencapai 60 juta ton dan ekspornya sekitar setengah juta ton. Adapun kapasitas terpasang produksi di industri ini sekitar 60-70 juta ton, dengan utilisasi produksi yang sudah penuh saat ini. Tahun ini, permintaan semen diperkirakan naik 6 persen atau sekitar 3 juta ton.
Menurut dia, dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri yang terus meningkat, perusahan semen harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Padahal biaya yang dikeluarkan untuk impor lebih mahal dari produksi dalam negeri. Perbandingannya, biaya produksi semen impor mencapai US$ 52 per ton atau setara Rp 700.000 per ton. Sedangkan produksi dalam negeri yang hanya Rp 450.000 per ton.
"Bedanya (biaya produksi dalam negeri dan impor) Rp 250 ribu. Belum lagi tambah ongkos distribusi. Yaa sekitar 40 persen lah bedanya," kata dia saat dihubungi Katadata, Selasa (10/2).
Hal ini, kata dia, bisa membuat margin keuntungan perusahaan turun sekitar 2-3 persen. Mengingat, sebelumnya pemerintah juga memutuskan menurunkam harga produk Semen Indonesia Rp 3.000 per sak.
Dia menyampaikan, jika beban produksi makin meningkat bukan tidak mungkin perusahaan akan menaikan harga semen. Apalagi, jika permintaan meningkat sementara produksi menurun. Menurut dia, kenaikan harga 4-6 persen masih terbilang wajar.
Sekretaris Perusahaan PT Holcim Rusli Setiawan masih yakin kapasitas produksi semen saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu, tak perlu ada impor semen.
Namun, kata Rusli, harga semen saat ini sudah sangat kompetitif. Jika produksi semen terbatas, bukan tak mungkin harganya akan naik. ?Saat suplai semen kurang, harganya akan naik,? ujarnya.
Kementerian Perindustrian memang berencana membatasi investasi semen di dalam negeri. Alasannya selain kapasitas produksi untuk kebutuhan dalam negeri masih cukup, peningkatan investasi dapat membuat pemborosan energi dan merusak lingkungan.
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan pemerintah khawatir melambatnya perekonomian Cina, berpotensi meningkatkan investasi produsen semen asal negara tersebut. Saat ini relokasi investasi ini sudah terindikasi akan masuk ke Indonesia.
Masalahnya produsen Cina ini akan masuk dengan menggunakan teknologi yang usang. Teknologi yang rendah akan berdampak pada pemborosan energi dan pencemaran lingkungan. Saat ini saja penggunaan energi pada industri semen dalam negeri berkisar 800 kilokalori (kcal) per kilogram clinker, sementara Jepang hanya 773 kcal.