Sinyal Kuning untuk Pemerintah
KATADATA ? Sejumlah indikator perekonomian Indonesia pada kuartal I-2015 telah menunjukkan perlambatan. Sejumlah ekonom menilai ini merupakan sinyal kuning bagi pemerintah. Tanpa ada upaya melakukan perbaikan, pemerintah dapat kehilangan momentum untuk memulihkan kepercayaan investor.
Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menuturkan, lambannya penyerapan anggaran pemerintah pada kuartal I membuat potensi pertumbuhan sebesar 6 persen pada tahun ini hilang. Padahal, anggaran pemerintah merupakan alternatif di tengah turunnya konsumsi rumah tangga.
?Tidak akan krisis karena ekonomi domestik masih tumbuh. Cuma sayang momentum bisa tumbuh 6 persen hilang. Kondisi begini paling hanya (tumbuh) 4 persen-5 persen,? kata dia saat dihubungi Katadata, Kamis (30/4).
(Baca: Pemerintah Akui Ekonomi Kuartal I Tak Sesuai Harapan)
Pemerintah, kata dia, sebetulnya sudah melakukan sejumlah langkah perbaikan ekonomi, namun, belum diikuti langkah lanjutan. Misalnya, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membakar kapal ilegal tidak dilanjutkan dengan upaya memperbaiki pendapatan nelayan.
Begitupula dengan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) semestinya diikuti dengan peningkatan produksi biodiesel. Persoalannya, meski harga BBM sudah naik, tapi permintaan impor masih tetap tinggi.
?Solusinya pemerintah harus lihat (kebijakan) sebagai rangkaian dan diekspos ke masyarakat,? kata dia. ?Di regional, (pertumbuhan) Indonesia masih lebih baik, tapi sayang kalau nggak bisa dioptimalkan.?
Destry memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I akan berada di angka 4,83 persen. Angka ini tidak jauh berbeda dengan prediksi ekonom Bank Tabungan Negara Agustinus Prasetyantoko. Dia memprediksi ekonomi kuartal I akan tumbuh antara 4,9 persen-5,1 persen.
(Baca: Sofyan Optimistis Indeks Saham Segera Pulih)
Menurutnya, ada beberapa indikator yang menyebabkan ekonomi lebih rendah dari target pemerintah 5,7 persen. Pertama, kinerja ekspor yang tertekan penurunan harga komoditas. Kedua, investasi yang tertahan oleh perlambatan ekonomi global. Ketiga, konsumsi rumah tangga yang turun.
Perlambatan konsumsi ini, kata Prasetyantoko, dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas yang membuat kinerja keuangan perusahaan berbasis ekspor menurun. Kemudian, kenaikan harga barang.
Hal yang mengkhawatirkan, menurut dia ketika pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang tertunda. Padahal, instrumen ini menjadi satu-satunya sentimen pendukung ekonomi untuk tumbuh tinggi.
Dian Ayu Yustina, ekonom Bank Danamon, memperkirakan inflasi April akan berada di angka 0,44 persen, naik dari inflasi Maret 0,17 persen. Kenaikan inflasi didorong penyesuaian harga BBM., listrik, dan gas yang berdampak pada harga sejumlah bahan pokok.
Kepala Ekonom Bank Rakyat Indonesia Anggito Abimanyu memprediksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I berada di kisaran 4,9 persen-5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan mencapai 65 persen dari total pertumbuhan ekonomi.
Namun, sejumlah indikator menunjukkan konsumsi rumah tangga sedang mengalami penurunan. Ini terlihat dari penjualan semen yang turun 3 persen, penjualan kendaraan turun 14 persen, konsumsi BBM turun 6,2 persen, kredit konsumsi turun 11,2 persen, serta impor barang konsumsi turun 14,3 persen.
Begitu pula dari sisi investasi mengalami perlambatan. Ini terlihat dari impor barang modal turun 7,6 persen dan kredit investasi turun 15 persen. Pemerintah, secara praktis, hanya mengandalkan pengeluaran di dalam APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.