Pemerintah Berharap Pelonggaran Kredit Bisa Dorong Konsumsi
KATADATA ? Pemerintah mendukung langkah Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Pelonggaran batas minimal uang muka kredit terhadap harga jual tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, konsumsi rumah tangga merupakan komponen terbesar pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal I-2015, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 5,01 persen, turun dibandingkan kuartal I-2014 sebesar 5,14 persen.
Dengan pelonggaran aturan dari bank sentral tersebut, pemerintah berharap dana yang disalurkan ke masyarakat juga bertambah. ?Konsumsi domestik bisa dicapai kalau ada dana yang disalurkan ke masyarakat, baik modal atau pinjaman barang konsumsi,? kata dia di kantornya, di Jakarta, Senin (11/5).
Selain pelonggaran batas minimal uang muka kredit, BI juga akan melonggarkan batas atas rasio kredit terhadap dana simpanan atau loan to deposit ratio (LDR). BI akan memperluas cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan Giro Wajib Minumum (GWM)-LDR.
Menurut Juda Agung, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, tidak menjamin kebijakan ini tak akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. Persoalannya, laju inflasi diperkirakan masih akan tinggi.
?Nggak terlalu besar karena inflasi. Itu kan sedang dikaji. Bulan depan (kemungkinan dikeluarkan kebijakannya),? kata Juda.
Sebelumnya, BI berencana mengeluarkan dua kebijakan. Pertama, memberikan insentif kelonggaran LDR untuk bank yang memenuhi kewajiban penyaluran kredit ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih awal. Besarannya, yakni sebesar 20 persen dari total penyaluran kredit yang dilakukan bertahap hingga 2018. Pada tahun ini, porsi kredit ke segmen UMKM ditargetkan 5 persen.
BI juga akan memperluas cakupan definisi simpanan dalam aturan GWM-LDR, yakni dengan memasukkan surat berharga yang diterbitkan bank. Surat berharga itu dapat berupa obligasi, medium term notes (MTN), dan kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA). Sebelumnya, definisi simpanan hanya berupa giro, tabungan, dan deposito dalam rupiah dan valuta asing.
Kedua, BI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tengah mengkaji pelonggaran rasio pemberian kredit dengan nilai agunan atau loan to value (LTV) yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan rumah dan kendaraan bermotor. Namun, tetap mengutamakan agar penyaluran kredit tetap sesuai aturan sehingga menghindarkan terjadinya kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).