Sesuai Kesepakatan Damai, Aceh Boleh Kelola Migas di Wilayahnya
KATADATA ? Pemerintah Pusat memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) untuk mengelola sendiri kekayaan minyak dan gas bumi (migas) di daerahnya. Untuk mengelolanya, pemerintah membentuk Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) melalui Peraturan Pemerintah 23 tahun 2015.
Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan pemberian kekhususan tersebut sesuai dengan perjanjian damai Aceh.
"Ini masalah kekhususan Aceh. Salah satu konsesi dari perdamaian di Aceh," kata dia kepada Katadata, Senin (8/6).
Pembentukan BPMA berpotensi akan bersinggungan dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013, pengelolaan usaha hulu migas dilakukan oleh SKK Migas.
Belum jelas juga, apakah BPMA nantinya akan berada di bawah SKK Migas, atau sejajar dengan lembaga pengganti BP Migas ini. Jika melihat legal pembentukannya, BPMA yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah, lebih tinggi dibandingkan SKK Migas yang dibentuk dengan Peraturan Presiden. Hierarki hukum ini jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas Rudianto Rimbono yakin pembentukan badan tersebut tidak akan tumpang tindih dengan fungsi dan wewenang SKK Migas. "Di Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh ada pengaturannya, termasuk bagaimana koordinasinya dengan pusat," ujar dia.
Meski demikian, dia tidak mau berkomentar lebih banyak mengenai posisi BPMA dan SKK Migas. Dia juga mengaku belum mengetahui apakah nantinya semua kontrak migas di Aceh yang sudah dibuat SKK Migas harus dilimpahkan ke BPMA, dan membuat kontrak baru dengan BPMA. Untuk hal ini SKK Migas masih menunggu arahan dari pemerintah.
"Saya masih belum paham teknis operasionalnya. Mungkin kalau sudah ada Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri," ujar dia.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Aceh, menyatakan bahwa keberadaan BPMA di bawah menteri, dan akan bertanggung jawab kepada menteri dan gubernur. Namun, badan tersebut tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Tugas BPMA adalah melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu migas. Ada delapan fungsi BPMA yang meliputi yakni, pertama, melaksanakan negosiasi dan pembuatan perjanjian kerja sama migas yang dilakukan pemerintah dan pemerintah Aceh.
Kedua, melaksanakan penandatanganan kontrak kerja sama. Ketiga, mengkaji rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja.
Keempat, menyampaikan hasil kajian mengenai rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja yang telah mendapat persetujuan gubernur kepada menteri. Kelima, memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selanjutnya.
Keenam, memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran badan usaha atau bentuk usaha tetap. Ketujuh, melaksanakan monitoring dan melaporkan pelaksanaan kontrak kerja sama kepada menteri dan gubernur. Kedelapan, memberikan rekomendasi penjual migas dari pengelolaan bersama, yang telah mendapat persetujuan gubernur kepada menteri, yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.