Menkeu: Kami Tak Ingin Kasus 1998 dan 2008 Terulang
KATADATA ? Salah satu permasalahan penting yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) adalah penentuan bank yang masuk dalam kategori berdampak sistemik atau systemically important bank (SIB).
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, keberadaan UU JPSK dibutuhkan supaya Indonesia tidak mengulang kesalahan yang terjadi sewaktu penanganan krisis 1998 dan 2008.
Belajar dari dua kasus itu, pemerintah menginginkan agar RUU JPSK segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU) paling lambat akhir Oktober nanti. Dalam UU tersebut, penentuan SIB akan dilakukan sebelum terjadinya krisis, yakni ketika situasi masih normal.
?Ditentukan misalnya 15 bank. Biasanya yang termasuk SIB bank besar karena kaitannya ke mana-mana,? kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (28/9). (Baca: Pemerintah Cabut Pasal Imunitas dalam RUU JPSK)
Bambang memastikan tidak ada campur tangan politik dalam menetapkan bank yang termasuk SIB. Penentuan akan berdasarkan data kuantitatif seperti aset, kompleksitas, dan interkonektivitas bank. Penentuan SIB juga akan dievaluasi secara berkala oleh KSSK, untuk menilai apakah bank tersebut masih bisa disebut SIB.
Pada akhir 1997, dia menjelaskan, ketika Bank Indonesia (BI) menutup 16 bank tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, kemudian menyebabkan terjadinya rush atau penarikan dana nasabah besar-besaran dari perbankan. Keputusan ini kemudian menyebabkan sistem perbankan kolaps yang berimbas pada krisis ekonomi.
?Meski bagus menutup bank, tapi karena tidak disiapkan dengan baik maka sistem kolaps. Di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) karena UU-nya tidak kuat maka banyak keragu-raguan dalam mengambil keputusan,? kata Bambang. (Baca: RUU JPSK Masih Dibahas, Forum Komunikasi Diandalkan untuk Cegah Krisis)
Sedangkan pada 2008, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memutuskan menyelamatkan Bank Century ketika kinerja bank itu sudah hancur. Ketika itu, keputusan untuk menyelamatkan bank tersebut lantaran tidak ingin mengulang kejadian pada akhir 1997. Meski menutup bank kecil, tapi pengaruhnya ternyata besar dan bisa menyebabkan kolaps. Tapi, keputusan itu kemudian dinilai bermasalah karena tidak memiliki justifikasi kenapa Bank Century harus diselamatkan.
?Kami tidak mau ulang kejadian di mana pimpinan termasuk Deputi BI mengalami tindakan unsur pidana ketika menyelamatkan bank itu, karena tidak ada landasan hukum. Semua berdasar tindakan mendadak meskipun ada Perppu,? ujar Bambang.
Dalam RUU JPSK, KSSK akan terdiri dari Menkeu sebagai koordinator, kemudian beranggotakan BI, Otoritas Jasa keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam pengambilan keputusan akan dilakukan secara mufakat dan tidak berdasarkan voting. ?Enggak bisa satu enggak setuju. Semua ada fungsinya masing-masing, tidak ada yang bisa lari dari tanggung jawab,? kata dia.
Bambang melanjutkan, situasi ekonomi saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. Dengan sistem keuangan yang semakin terkoneksi secara global, tanpa ada batas antar-negara, maka gejolak di satu negara bisa mempengaruhi negara lain. Ketika bursa Eropa atau Amerika Serikat (AS) bermasalah, misalnya, akan berpengaruh pula pada pasar modal di Indonesia.
?Maka penting sekali RUU JPSK ini. Siapapun yang mengambil keputusan, berani dan mau ambil keputusan. Ini untuk kebaikan ekonomi.?
Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan RUU JPSK bersama Kementerian Keuangan. Dia menargetkan pembahasan RUU ini sudah bisa selesai pada bulan Oktober.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan sebelumnya mengatakan ada 15 hingga 20 bank yang dilihat dari nilai asetnya termasuk terbesar di Indonesia. Bank-bank ini dapat dikategorikan sebagai SIB.
?Setiap meeting KSSK, di-review terus apakah bank ini masih sistemik atau enggak? Ada tambahan (SIB) atau enggak? Daftar bisa berubah, yang penting harus (ditetapkan) dalam (keadaan) normal. Tidak boleh ada tambahan dalam masa krisis,? kata dia.