Demi Menjaga Rupiah, BI akan Intervensi Pasar Berjangka Valas
KATADATA ? Bank Indonesia (BI) mempeluas ruang intervensinya di pasar valuta asing (valas) domestik untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Selain intervensi di pasar spot, bank sentral juga akan melakukan intervensi di pasar forward alias pasar kontrak berjangka valas.
Pasalnya, peningkatan permintaan transaksi valas di pasar forward sementara pasokannya terbatas. Kondisi tersebut turut menekan nilai tukar rupiah di pasar spot. Agar permintaan dan penawaran valas menjadi seimbang maka BI akan mengintervensi transaksi valas di pasar forward. Intervensi tersebut dapat dilakukan, baik secara bilateral maupun melalui lelang, yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Kebijakan itu merupakan bagian dari paket kebijakan September II yang dirilis BI, Rabu ini (30/9), untuk menjaga nilai rupiah. Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI Andiwiana menyatakan, paket ini merupakan kelanjutan paket kebijakan BI yang telah dirilis pada 9 September lalu.
Selain menjaga nilai rupiah, BI akan memperkuat pengelolaan likuiditas mata uang Indonesia ini. Caranya dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN (Surat Berharga Negara) dengan tenor 2 minggu. Dengan begitu, penyerapan likuiditas bisa bergeser ke instrumen yang bertenor lebih panjang sehingga mengurangi risiko tekanan terhadap rupiah.
Sedangkan demi menjaga pasokan valas di pasar domestik, BI bersinergi dengan pemerintah lewat lima langkah kebijakan. Pertama, mendorong transaksi forward jual valas terhadap rupiah dengan melonggarkan persyaratannya.
Batasan kewajiban penggunaan underlying (acuan pokok) transaksi forward jual valas dinaikkan dari US$ 1 juta menjadi US$ 5 juta per transaksi per nasabah. Selain itu, deposito valas di dalam negeri dan luar negeri bisa dijadikan underlying untuk membeli valas di pasar spot dan forward. Di sisi lain, memperjelas underlying forward beli valas. Yaitu, pinjaman antar-nasabah domestik atau dengan pihak asing berupa pinjaman siaga, tidak bisa dijadikan underlying transaksi beli valas di pasar forward.
Kedua, penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas. Ketiga, menurunkan holding period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu untuk menarik aliran masuk modal asing. "Di tengah berkurangnya pasokan valas di domestik akibat menurunnya ekspor, dana asing bisa meningkatkan kembali pasokan valas,? kata Andiwiana dalam siaran pers BI, Rabu (30/9).
Keempat, pengurangan pajak bunga deposito kepada eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan domestik atau mengkonversinya ke dalam rupiah. Ini bagian dari paket kebijakan jilid II pemerintah, yang telah diumumkan Selasa kemarin (29/9). Kelima, mewajibkan bank maupun nonbank melaporkan penggunaan devisanya dengan dilengkapi dokumen pendukung. Ancaman sanksi dijatuhkan kalau melanggar kewajiban itu.
Seiring dengan rilis kebijakan baru BI tersebut, nilai tukar rupiah langsung menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan kurs tengah BI, rupiah berada di level 14.657 per dolar AS atau menguat 0,48 persen dari hari sebelumnya. Ini merupakan penguatan pertama kali rupiah sejak awal pekan lalu (21/9).
Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg di pasar spot, rupiah berada di level 14.652 per dolar AS atau menguat 0,26 persen dari hari sebelumnya. Bahkan, rupiah sempat bertengger di level Rp 14.609 per dolar AS pada perdagangan hari Rabu ini.