Ke Amerika, Jokowi Cari Dana Bagi Industri E-commerce Lokal
KATADATA - Awal pekan depan Presiden Joko Widodo akan melawat ke Amerika Serikat selama lima hari. Sejumlah menteri dan pengusaha akan menemaninya. Di antara rangkain kegiatan di sana, Jokowi akan bertemua sejumlah ekekutif perusahaan besar.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan rombongan tersebut dijadwalkan bertemu lima perusahaan modal ventura besar. Perusahaan investasi tersebut siap menanamkan modal kepada beberapa perusahaan teknologi informasi Indonesia. Rudiantara menyebutkan salah satunya adalah Sir Michael Moritz, pemilik Sequoia Capital, dan Queen of The Net Mary Meeker. Sequoia dikenal memiliki banyak portofolio investasi, seperti Apple, Google, YouTube, dan WhatsApp.
"Karena kita adalah pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, jadi ada pendekatan kepada masalah funding dan juga ekosistem," kata Rudiantara di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2015.
Dalam pertemuan itu, beberapa investor lokal akan menemani Presiden dan para menteri. Mereka yaitu Nadiem Makarim (Go-Jek), Ferry Unardi (Traveloka), Andrew Darwis (Kaskus), William Tanuwijaya (Tokopedia), dan Emirsyah Satar (MatahariMall). (Baca juga: Pemerintah Lindungi Perusahaan E-commerce Pemula).
Menurut Rudiantara, kelima perusahaan tersebut berpeluang menjadi unicorn dalam dunia teknologi informasi. Unicorn dalam hal ini adalah perusahaan teknologi informasi dengan kapitalisasi pasar US$ 1 miliar ke atas atau sekitar Rp 13,5 triliun. Jadi, dalam pertemuan itu, "Akan fokus arah pembicaraannya," kata Rudiantara.
Dia berharap, dengan pendanaan dari modal ventura asing, tahun depan akan ada dua unicorn dalam bisnis perdagangan dan jasa secara elektronik atau e-ommerce. Lebih jauh lagi, jumlahnya akan meningkat menjadi sepuluh unicorn pada 2020.
Untuk mendorong tumbuhnya sektor ini, pemerintah akan membuka pintu bagi investasi asing ke bisnis e-commrce berskala besar. Sebelumnya, bidang usaha ini tertutup 100 persen bagi investor asing. Hal ini dimungkinkan melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang saat ini masih tahap inventarisasi dan pembahasan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan pemerintah berencana melonggarkan DNI di sektor e-commerce untuk memaksimalkan potensi penerimaan pajak. Pasalnya, banyak pemodal asing di sektor e-commerce yang belum tercatat karena mereka langsung berinvestasi dari luar negeri. Padahal, potensi transaksi sektor ini sangat besar, diperkirakan mencapai US$ 130 miliar pada 2020.
Atas dasar itu, pemerintah hendak memaksimalkan potensi pengembangan e-commerce di dalam negeri. Namun, Triawan belum dapat menjelaskan batasan porsi modal asing di sektor ini. "Akan dibuka secara bertahap," katanya.