Pengusaha Keberatan Perpanjangan Kontrak Migas Non-Konvensional Dibatasi
KATADATA - Pelaku usaha keberatan dengan rencana pemerintah yang akan membatasi perpanjangan kontrak migas non-konvensional. Alasannya, industri migas konvensional masih baru dan belum ada yang berhasil hingga ke tahapan produksi secara komersial.
"Karena sampai saat ini yang komersial belum ada. Yang kami hadapi sebagai pelaku industri adalah bagaimana mengkomersialkan yang sekarang ada," kata Dewan Direksi Indonesia Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis malam (22/10).
Menurut dia pemerintah tidak perlu membatasi perpanjangan kontrak blok migas non-konvensional hanya satu kali selama maksimal 20 tahun. Pembatasan ini akan membuat pengusaha tidak tertarik berinvestasi dan pengembangan migas non-konvensional akan sulit berjalan.
(Baca: Perusahaan Migas Non-Konvensional Berhenti Beroperasi)
Setidaknya, jika pemerintah tetap ingin membatasi perpanjangan, dia berharap kontrak awalnya bisa diperpanjang. Kontrak awal yang hanya 30 tahun dianggap kurang menarik bagi investor. Dia berharap pemerintah bisa memperpanjang hingga 50 tahun.
Sammy mengatakan permintaannya untuk memperpanjang masa kontrak awal cukup beralasan. Salah satu alasannya adalah pola produksi migas non-konvensional yang sangat berbeda dengan migas konvensional.
Produksi migas konvensional sangat besar pada awal produksi dan kemudian menurun seiring berjalannya waktu. Sementara produksi migaas non-konvensional berkebalikannya. Produksinya hanya sedikit di awal, perjalannya pun pelan dan lambat. Blok non konvensional baru akan mencapai puncak (peak) produksi setelah 10 tahun. Puncak produksi ini bisa bertahan hingga 50 tahun.
"Kalau memang pemerintah mendengarkan (usulan) industri, kontrak coal bed methane (CBM) bisa 50 tahun dan boleh perpanjang sekali 20 tahun. Jadi totalnya 70 tahun, itu kami tidak ada masalah," ujarnya.
Perpanjangan kontrak malah akan mengganggu produksi. Ketidakjelasan kontrak saat akan berakhir masanya, membuat kontraktor ragu untuk berinvestasi. Bahkan, lebih ekstrim lagi dapat membuat kontraktor menurunkan atau menghentikan produksinya.
"Untuk meningkatkannya lagi lebih susah, karena reservoir sangat sensitif. Kalau rusak untuk memulihkannya butuh dua sampai tiga tahun," kata Sammy.
Sebenarnya ada cara lain yang bisa dilakukan selain membatasi perpanjangan kontrak. Sebelumnya, kata Sammy, pemerintah sempat mewacanakan akan memberikan kontrak berdasarkan jumlah cadangan yang ada. Misalnya cadangan di suatu wilayah kerja migas non-konvensional akan habis sampai 60 tahun, maka kontrak akan disesuaikan dengan perhitungan cadangan tersebut. Hal tersebut kata dia lebih baik karena akan terhindar dari politasasi perpanjangan kontrak.
Rencana untuk membatasi perpanjangan kontrak ini sempat diungkapkan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja. Pembatasan masa perpanjangan kontrak ini akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM terkait usaha migas non konvensional. Ketentuan ini merupakan penegasan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas.
Dalam PP 35/2004 pasal 28 disebutkan bahwa kontrak kerja sama migas bisa diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan. Tidak ada ketentuan berapa kali perpanjangan kontrak tersebut dilakukan. Dengan Permen yang akan diterbitkan soal migas non-konvensional, perpanjangan kontrak dibatasi hanya satu kali.