Efek Kenaikan BBM Hilang, BI: Inflasi di Bawah 3,6 Persen
KATADATA - Bank Indonesia memperkirakan inflasi bisa di bawah 3,6 persen pada akhir tahun ini. Bila benar, angka tersebut lebih rendah dari target empat persen plus minus satu persen. Menurut Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, hal itu disebabkan oleh pengaruh kenaikan bahan bakar minyak terhadap inflasi mulai menurun.
Dengan melihat perkembang tersebut, Perry yakin inflasi November ini lebih rendah dari lima persen dibandingkan tahun lalu. Sedangkan secara bulanan, berdasarkan survei minggu pertama BI, inflasinya mencapai 0,13 persen. Angka ini tergolong rendah sebagaimana yang mereka prediksi.
Selain hilangnya pengaruh kenaikan BBM pada akhir tahun lalu, harga pangan yang bergejolak (volatile food) juga diyakini terkendali. Kendati pelemahan rupiah berpengaruh terhadap barang impor, termasuk pangan, namun dampaknya tidak signifikan terhadap inflasi. Menurut Perry, sepertinya produsen tidak sepenuhnya membebankan kenaikan biaya impor kepada konsumen.
“Bulan ini, pengaruh base effect (dari kenaikan harga BBM tahun lalu) hilang. Maka year on year-nya akan lebih rendah dari lima persen, kurang lebih 4,8 persen,” kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 12 November 2015.
Menurunnya harga pangan itu terlihat dari data Badan Pusat Statistik. Lembaga penghitung itu mencatat sepanjang September - Oktober terjadi deflasi, masing-masing 0,05 dan 0,08 persen. (Baca juga: Deflasi Terus Berlanjut, Suku Bunga Diperkirakan Masih Sulit Turun).
Pada Oktober, misalnya, deflasi dipicu oleh penurunan harga bahan makanan sebesar 1,06 persen. Beberapa komoditas itu di antaranya cabai merah, daging ayam ras, cabai rawit, telur ayam ras, tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, dan bensin. Sedangkan komoditas yang harganya naik pada kelompok makanan seperti beras, bawang merah, mie, rokok kretek dan filter. Lalu disusul kontrakan rumah dan mobil.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, penurunan harga BBM, tarif dasar listrik, dan elpiji berhasil mengendalikan harga bahan makanan dan kebutuhan pokok. “Ada pengaruh harga bahan pangan akibat turunnya harga BBM, elpiji dan TDL,” katanya pada awal bulan ini. (Baca pula: Deflasi di Kala Harga Beras Naik).
Gubernur BI Agus Martowardoyo menyatakan, data-data tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menetapan kebijakan selanjutnya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17 November mendatang. Selain melihat inflasi, Dewan Gubernur BI juga akan mempertimbangkan defisit neraca transaksi berjalan, defisit fiskal, dan pertumbuhan ekonomi dalam menetapkan kebijakan. Begitupun dengan kondisi ekonomi global, baik rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate) atau pun perlambatan ekonomi Cina.
“Kami sambut baik adanya deflasi, dan kami tentu akan menjadikan bahan untuk mengkaji nanti saat RDG. Tapi kami juga lihat perbaikan neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Ini kondisi yang terus kami ikuti,” kata dia.