Jusuf Kalla Minta Perbankan Pangkas Bunga Deposito
KATADATA - Setelah pernah meminta perbankan menurunkan suku bunga kredit, Wakil Presiden Jusuf Kalla kali ini menilai suku bunga deposito masih tinggi. Kondisi tersebut membuat para pemilik dana dan investor lebih memilih menyimpan dananya di perbankan ketimbang berinvestasi di pasar saham. Alhasil, 65 persen saham perusahaan terbuka di Indonesia saat ini dimiliki oleh investor asing.
“Suku bunga deposito perbankan masih cukup tinggi sehingga masyarakat lebih nyaman dengan pendapatan tetap,” katanya dalam acara peluncuran program “Yuk Menabung Saham” di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (12/11).
Menurut Kalla, saat ini suku bunga deposito perbankan Indonesia bisa mencapai 10 persen per tahun. Bunga sebesar itu biasanya diperoleh kalau simpanan nasabah di atas Rp 2 miliar. Bandingkan dengan bunga deposito di Singapura yang cuma sebesar 1 persen, sedangkan Cina hanya 2 persen sampai 3 persen. Sedangkan di bursa saham, rata-rata kenaikan indeks harga saham gabungan di BEI pada periode 2010-2014 sekitar 16 persen-17 persen.
Sayangnya, IHSG sejak awal tahun ini masih minus sekitar 9 persen. Tak heran, para pemilik dana saat ini lebih memilih menyimpan dananya di produk deposito. Agar investasi saham lebih menarik di mata masyarakat, kata Kalla, bunga perbankan harus diturunkan. "Perlu policy lain bahwa bunga tabungan perbankan tidak tinggi sehingga pilihan saham akan lebih diminati," tandasnya.
Selain faktor tingginya bunga deposito, kendala lain dalam pengembangan investasi saham di tanah air adalah pandangan atau pola pikir masyarakat. Yaitu, anggapan bahwa investasi saham hanya untuk pangsa pasar tertentu. "Selain itu masih banyak yang menganggap investasi ini bahaya karena ditafsirkan sebagai spekulasi," katanya.
Ke depan, Kalla berharap seluruh pemangku kepentingan, seperti BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat melakukan sosialisasi dan kampanye mengenai pentingnya berinvestasi saham. Misalnya, memberikan pelajaran kepada ibu-ibu yang ingin investasi saham sehingga minimal mereka bisa menganalisa risiko instrumen investasi tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengungkapkan, jumlah investor saham domestik masih sangat kecil. Yaitu sebesar 0,3 persen dari total jumlah penduduk kelas menengah. "Makanya kami siapkan sosialisasi dan edukasi utamanya kepada kelas menengah terlebih dahulu," tandasnya.