Soal Surat Setya Novanto, Dirut Pertamina: Itu Cuma Urusan Bisnis
KATADATA - Setelah terseret geger pencatutan nama presiden yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Setya Novanto menuai kontroversi kembali. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini diduga mengintervensi Direktur PT Pertamina untuk membereskan sejumlah urusan bisnis di perusahaan pelat merah tersebut.
Tertanggal 17 Oktober 2015, Setya Novanto mengirimkan surat berkop DPR tersebut kepada Dwi Soetjipto. Direktur Utama Pertamina ini diminta menyelesaikan masalah pembayaran kontrak dengan PT Orbit Terminal Merak. “Saya terima surat itu, tapi kami di Pertamina menyikapi secara profesional,” kata Dwi kepada Katadata, Rabu, 17 November 2015. (Baca: Surat-surat Rahasia Bertebaran dalam Kisruh Freeport).
Secara detail, Setya Novanto memang menyuguhkan sejumlah lampiran terkait perjanjian bisnis kedua perusahaan tersebut. Misalnya, dia mengingatkan Pertamina akan notulen rapat negosiasi awal dengan PT Orbit Terminal Merak pada 1 Juli 2015. Lalu, risalah penyesuaian kapasitas tangki timbun Orbit Tanking Merak yang dilakukan sepekan kemudian.
Beberapa lampiran lainnya yakni mengenai penyesuaian kapasitas tangki timbun PT Orbit Terminal Merak yang dilakukan pada 27 Juli 2015, review kerja sama pemanfaatan terminal BBM Merak pada 3 Agustus 2015, dan tanggapan review kerja sama pemanfaatan terminal BBM Merak yang dikeluarkan pada 8 Agustus 2015. Selain itu diccantumkan pula mengenai penurunan thruput fee kerja sama pemanfaatan terminal BBM Merak serta tanggapanya yang diteken pada 14 dan 24 Agustus 2015.
“Sesuai dengan pembicaraan terdahulu dan informasi dari Bapak Hanung Budya Direktur Pemasaran dan Niaga, sekiranya kami dapat dibantu mengenai addendum perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan Bahan Bakar Minyak di terminal baha bakar minyak antara PT Pertamina dengan PT Orbit Terminal Merak yang sudah diterima bapak beberapa minggu lalu dan lampiran sebagai berikut,” demikian Setya Novanto mengawali katebelece tersebut.
Setelah menerima surat tersebut, Dwi mengatakan, Pertamina menjalin komunikasi dengan PT Orbit Terminal. Menurutnya, masalah dalam kerja sama ini sudah muncul lama dan sedang dalam penyelesaian. “Memang ada itu disewa Pertamina, tapi kami tahu bahwa sewa ketinggian, persyaratan kurang fair, jadi perlu revisi,” ujarnya.
Karena masih ada perselisihan dan dalam revisi, Pertamina belum membayar atas permintaan tarif sewa terminal BBM. Karena itu Dwi tidak mau menanggapi permintaan Setya Novanto dengan tergesa-gesa dalam membereskan kontran dengan Obit Terminal. Apalagi, “KPK juga sudah mempelajari mengenai itu,” kata Dwi. “Kami harus hati-hati untuk melanjutkan kontrak.”
Dwi menilai, sebenarnya persoalan ini merupakan masalah bisnis semata yang dapat diselesaikan secara profesional. Dia menyatakan tidak tahu mengapa dalam hal ini ada surat dari Dewan Perwakilan Rakyat. “Mungkin minta bantuan DPR”, ujarnya.
Namun, bagian tata usaha DPR tidak mengakui telah mengeluarkan surat yang ramai beredar di media ini. Kepala Bagian Tata Usaha DPR Hani Tahapari menyatakan, surat resmi Dewan semestinya mencantumkan nomor surat. Selain itu, kop lambang DPR seharusnya di pojok kana atas, bukan di tengah atas.
“Surat ini tidak pernah kami keluarkan dari Ketua DPR RI. Setiap surat keluar mesti dari kami, ini tidak. Dan kami katakan palsu,” kata Hani, sebagaimana dikutip detik.com, di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu, 18 November 2015. Namun, pihaknya belum menentukan untuk memperkarakannya.