Menteri Perdagangan: Indonesia Perlu Manfaatkan TPP dan Renminbi
KATADATA - Memasuki awal tahun depan, perekonomian dunia tengah di ambang dua peristiwa bersejarah. Yaitu kehadiran kemitraan dagang di kawasan Pasifik alias Trans Pacific Partnership (TPP) dan masuknya mata uang Cina renminbi sebagai salah stau mata uang utama dunia. Dua momen tersebut akan berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia tahun depan sehingga pemerintah harus mengantisipasi dan memanfaatkannya.
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan, TPP akan mengubah secara total peta perdagangan dunia dan peta geopolitis. Sekadar informasi, 12 negara telah meneken kesepakatan TPP di Atlanta, Amerika Serikat (AS), pada 5 Oktober lalu. Sebanyak 12 negara anggota TPP itu memiliki produk domestik bruto (PDB) sekitar 40 persen dari total PDB dunia.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) hampir dipastikan akan memasukkan renminbi ke dalam keranjang aset cadangan internasional atau special drawing rights (SDR) pada 30 November nanti. Alhasil, renminbi akan bersanding dengan empat mata uang dunia lainnya, yaitu dolar AS, yen Jepang, euro, dan poundsterling.
“Ini dua peristiwa yang sangat dahsyat dan harus mengubah pola pikir kita. Tidak bisa terus business as ussual,” kata menteri yang kerap disapa Tom ini, dalam acara “Indonesia Economic Forum” di Jakarta, Rabu (25/11). Karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan diri untuk memanfaatkan keduam momen tersebut.
(Baca: Bertemu Obama, Jokowi: Indonesia Gabung Kemitraan Trans-Pasifik (TPP))
Salah satu cara mengantisipasi kehadiran TPP adalah meningkatkan investasi asing di dalam negeri. Tom menunjuk contohnya, kebijakan mengerahkan 12 menteri dan pejabat negara setingkat menteri sebagai penghubung bagi investor asing yang mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Adapun masuknya renminbi sebagai mata uang dunia akan memperkuat nilai mata uang itu terhadap dolar dan rupiah. Dengan begitu, diharapkan bisa menekan impor barang-barang Cina sehingga bakal memperbaiki kinerja dagang Indonesia.
Namun, Chairman Ancora Group Gita Wirjawan menilai Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas dan masuk TPP. Sebab, daya saing Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura.
Salah satu indikatornya adalah paritas daya beli (purchasing power parity/PPP) Indonesia hanya US$ 20 ribu. Artinya, pekerja di Indonesia hanya mampu memproduksi barang dan menyediakan jasa senilai US$ 20 ribu. Sedangkan Malaysia dan Singapura masing-masing US$ 45 ribu dan US$ 115 ribu. Bila daya saing tidak ditingkatkan, Indonesia akan kalah dengan anggota TPP lainnya sehingga hanya menjadi pasar.
(Baca: Presiden Jokowi Kerahkan 12 Menteri Tarik Investasi Asing)
Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, pengaruh renminbi sebagai mata uang dunia belum besar terhadap perdagangan Indonesia. Pasalnya, instrumen keuangan Cina belum siap untuk itu. Contohnya, ketika Indonesia bertransaksi menggunakan renminbi maka harus bisa diinvestasikan ke instrumen keuangan, seperti surat utang.