Harga CPO Tinggi, Biosolar Nonsubsidi Bakal Naik

Muchamad Nafi
17 Desember 2015, 18:49
solar
Arief Kamaludin | Katadata

KATADATA - Bagi petani dan pengusaha, kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) tentu menjadi kabar baik. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi harga rata-rata CPO dunia akhir tahun ini bergerak di level US$ 550 – US$ 600 per ton.

Menurut GAPKI, kenaikan ini dipicu oleh masuknya musim penghujan di beberapa daerah sentra sawit. Apalagi ada sentimen positif dari PT Pertamina yang menyerap CPO di dalam negeri untuk membuat biodiesel melalui mandatori B15 tahun ini. (Baca: Pertamina Akan Turunkan Harga BBM Pekan Depan).

Di sisi lain, harga CPO yang meningkat akan memiliki konsekuensi tersendiri di tengah tren harga minyak mentah dunia yang melemah hingga di bawah US$ 40 per barel. Lebih-lebih jika pemerintah menggalakkan B20 -di mana komposisi minyak nabati dalam biodiesel mengisi 20 persen- pada tahun depan. Sebab, kenaikan harga CPO dan melemahnya minyak mentah akan menimbulkan kesenjangan harga dua komoditas tersebut. Akibatnya, harga keekonomian CPO bisa tak tercapai.

Direktur Pemasaran PT Pertamina Persero Ahmad Bambang menyatakan situasi tersebut memang akan memperlebar harga solar murni dengan biosolar. Akibatnya, mau tak mau harga bahan bakar akan naik. “Untuk BBM PSO (subsidi) dan PLN tidak ada pengaruhnya. Tapi untuk BBM non-PSO tentu saja perlu menaikkan harga,” kata Ahmad saat dihubungi Katadata, Kamis, 17 Desember 2015.

Namun Bambang belum bisa memprediksi berapa harga biodiesel tahun depan jika harga CPO terus meningkat dan harga minyak mentah turun. Sebab belum dihitung harga keekonomiannya untuk tahun depan. Hanya, dia memprediksi perbedaan harganya antara Rp 400-500 per liter dibandingkan BBM subsidi. (Baca juga: Pemerintah Dinilai Tidak Disiplin Dalam Evaluasi Harga BBM).

Sebagaimana diketahui, penyaluran biodiesel tahun ini diprediksi lebih rendah dari tahun lalu. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi memperkirakan, sampai akhir tahun ini penyerapan biodiesel hanya sekitar 800 ribu kiloliter. Padahal, penyerapan biodiesel tahun lalu 1,6 juta  kiloliter.

Sejak awal Januari sampai 11 Desember lalu, penyerapan biodiesel bersubsidi sekitar 703 ribu kiloliter. Bayu memperkirakan, sampai akhir 2015 penyerapannya 775 ribu kiloliter. Sedangkan penyerapan biodiesel nonsubsidi 50 ribu kiloliter.

Salah satu penyebab rendahnya penyerapan tersebut adalah harga minyak mentah dunia yang terus menurun. Saat ini, nilai emas hitam itu sudah menyentuh level terendah sejak 2009 yakni hingga US$ 35 per barel. Menurut Bayu, selisih antara solar dengan biodiesel sekitar Rp 2.600 per liter. “Makanya lebih murah pakai solar fosil daripada biosolar,” katanya pada awal pekan ini.

Selain harga minyak mentah dunia, penyebab rendahnya penyerapan biodiesel adalah tidak adanya subsidi dari pemerintah. Pemerintah baru membentuk dana sawit dan mengucurkan pada September lalu. Hingga saat ini dana sawit yang dihimpun lebih dari Rp 5 triliun. Dana tersebut berasal dari 157 eksportir sawit.

Sementara itu, dana yang disalurkan untuk membayar subsidi biodiesel kepada Pertamina sebesar Rp 140,9 miliar. Uang ini dibayarkan secara bertahap. Periode pertama dibayarkan pada November sebanyak Rp 27,9 miliar. Lalu Rp 113 miliar dibayar pada 11 Desember. Adapun tahap ketiga senilai Rp 105 miliar akan dibayar pekan ini dan Rp 246 miliar pada pekan kedua Januari 2016.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Anggita Rezki Amelia

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...