Memicu Kegaduhan, Pemerintah Tunda Pungutan Dana Energi
KATADATA - Setelah memantik kontroversi selama sepekan terakhir, pemerintah akhirnya memutuskan penundaan kebijakan pungutan dana ketahanan energi (DKE) yang mendompleng penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Keputusan tersebut muncul setelah para menteri yang terkait dengan sektor energi melaporkan hasil rapat koordinasinya kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin sore (4/1).
Dalam rapat terbatas dengan Presiden tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, masih ada beda pendapat mengenai pungutan DKE. Terutama mengenai belum adanya dasar hukum yang kuat untuk memayungi kebijakan tersebut. Hal itulah yang menjadikan alasan utama pemerintah menunda pungutan dana energi.
(Baca : Pungutan Dana Ketahanan Energi Bisa Dianggap Ilegal)
“Dana energi ini tidak jadi ditarik besok (Selasa, 5 Januari 2016). Nanti akan dibahas pada waktu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) diajukan,” kata Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Ia menjelaskan, pemerintah akan berdiskusi terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas rencana pungutan DKE itu. Dengan begitu, pemerintah mendapatkan dasar hukum yang kuat untuk menjalankan kebijakan tersebut.
Pasalnya, pemerintah memandang dana ketahanan energi masih sangat diperlukan. Dana itu nantinya bisa digunakan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan. “Komitmen pemerintah pada 2025, 23 persen energi dihasilkan dari energi baru terbarukan,” imbuh Darmin.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membenarkan jika kebijakan pungutan dana energi ditunda sampai dengan pembahasan APBNP 2016 yang diperkirakan dilakukan Maret mendatang. Alasannya agar memiliki dasar hukum yang kuat. “Ditunda agar lebih kuat landasannya."
Sudirman semula memperkirakan dana ketahanan energi selama satu tahun dapat terkumpul sebanyak Rp 15 triliun. Dana tersebut akan diprioritaskan untuk dua pos, yaitu membangun jaringan listrik di desa-desa terpencil dengan energi baru dan terbarukan dan untuk riset energi.
Namun, Direktur pemasaran PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang mengatakan, dana DKE ini lebih baik digunakan untuk kepentingan Pertamina. Yaitu sebagai bantalan apabila harga minyak dunia kembali naik. Dengan begitu, pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM.
Bambang juga meminta agar dana tersebut tetap dikelola oleh Pertamina. Pemerintah bisa mengambil dana tersebut sewaktu-waktu dengan syarat mengganti kerugian Pertamina terlebih dahulu. “Saya minta dong kemarin (2015) kerugiannya diganti," ujar dia.
(Baca : Selama 2015, Pertamina Rugi Rp 6,3 Triliun dari Penjualan Premium)
Sekadar informasi, pada 23 Desember lalu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan rencana penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar per 5 Januari tahun ini. Dengan penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama tiga bulan terakhir, harga Premium untuk wilayah luar Jawa, Madura, Bali (Jamali) diturunkan Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dan harga Solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter. Namun, sebenarnya kebijakan tersebut sudah memasukkan komponen pungutan DKE yaitu untuk Premium sebesar Rp 200 per liter dan Solar Rp 300 per liter.
(Baca : Kumpulkan Dana Energi, Penurunan Premium Cuma Rp 150)
Dengan keputusan penundaan pungutan dana energi tersebut maka penurunan harga BBM per Selasa besok (5/1) akan disesuaikan dengan harga keekonomiannya. Rinciannya sebagai berikut:
- Solar turun dari Rp 6.700 per liter menjadi Rp 5.650 per liter
- Kerosin tetap Rp 2.500 per liter
- Premium non-Jamali turun dari Rp 7.300 per liter menjadi Rp 6.950 per liter
- Premium Jamali turun dari Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.050 per liter.
- Pertalite dari Rp 8.250 per liter menjadi Rp 7.900 per liter
- Pertamax DKI, Jawa Barat turun dari Rp 8.650 menjadi Rp 8.500 per liter
- Pertamax Jawa Tengah dan Yogyakarta turun dari Rp 8.750 jadi Rp 8.600 per liter
- Pertamax Jawa Timur turun dari Rp 8.750 menjadi Rp 8.600 per liter
- Pertamax Plus DKI Jakarta turun dari Rp 9.650 menjadi Rp 9.400 per liter
- Pertamina Dex DKI Jakarta turun dari Rp 9.850 menjadi Rp 9.600 per liter
- Solar non-subsidi turun dari Rp 8.300 menjadi Rp 8.050 per liter.