Masuk Blok Mahakam, Total dan Inpex Harus Bayar Rp 14,3 Triliun
KATADATA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengumumkan hasil perhitungan nilai aset Blok Mahakam untuk tahun lalu dan perkiraan beberapa tahun ke depan. Perhitungan ini dilakukan oleh dua perusahaan penilai aset yakni IHS Vantage dan PetroPro.
Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas Parulian Sihotang mengatakan berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nilai aset Blok Mahakam per Desember 2015 sebesar US$ 4,79 miliar atau sekitar Rp 66,5 triliun. Nilainya akan kembali menyusut pada saat blok migas ini dipegang PT Pertamina (Persero) pada 2018.
Nilai penyusutan asetnya dalam dua tahun ke depan akan mencapai US$ 1,34 miliar atau Rp 18,7 triliun. Alhasil, pada saat kontrak dengan Total E&P Indonesie berakhir pada 31 Desember 2017, nilai asetnya diperkirakan hanya tersisa US$ 3,45 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. (Baca: Pemerintah Dapat Bagi Hasil Gas di Blok Mahakam Minimal 65 Persen)
Parulian menganggap, penyusutan nilai aset ini cukup wajar lantaran kegiatan eksploitasi sumur migas di Blok Mahakam berjalan setiap hari. Dengan begitu, cadangan migas yang ada pun semakin menipis. "Memang begitu karakter aset. Kecuali tanah, harganya memang naik terus," ujarnya, saat dihubungi Katadata, Selasa (6/1).
Pemerintah telah memberikan hak pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina per 1 Januari 2018. Kontraknya pun telah ditandatangani akhir tahun lalu. Jika kontraktor lamanya yakni Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation masih ingin terlibat, pemerintah memberikan jatah saham maksimal 30 persen. (Baca: Pertamina dan Total Sepakat Dua Poin Masa Transisi Blok Mahakam)
Kalau mau masuk dan memiliki 30 persen saham Blok Mahakam, menurut Parulian, Total dan Inpex harus membayar kepada Pertamina. Dengan mengacu pada valuasi aset Blok Mahakam per tahun 2017 mendatang, maka kedua kontraktor migas tersebut harus membayar US$ 1,03 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun kepada Pertamina.
Sekadar informasi, kontrak bagi hasil Blok Mahakam pertama kali ditandatangani pada 1967. Kemudian diperpanjang pada 1997 untuk jangka waktu 20 tahun hingga 2017. Cadangan terbukti cadangan potensial awal yang ditemukan pada 1972 mencapai 1,68 miliar barel minyak dan 21,2 triliun kaki kubik (TCF) gas. SKK Migas memperkirakan pada 2017, sisa cadangannya hanya 131 juta barel minyak dan 3,8 TCF gas. (Baca: Total Kurangi Investasinya di Indonesia Tahun Depan)