Ribut Pertamina-PLN, Pembangkit Panas Bumi Kamojang Terganggu
KATADATA - Perusahaan Listrik Negara akhirnya menunda pembelian uap dari PT. Pertamina untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 1,2, dan 3 Kamojang, Garut, Jawa Barat. Pasalnya PLN dan Pertamina belum menemukan titik temu mengenai harga uap.
Manajer Senior Public Relations PLN Agung Murdifi menganggap harga uap yang ditawarkan Pertamina terlalu mahal. Ketika mendapat tawaran dari Pertamina, PLN langsung melakukan verifikasi internal dan membandingkan harga uap di lapangan panas bumi yang dimiliki oleh PLN seperti di PLTP Mataloko, PLTP Ulumbu Flores, serta di Tulehu Ambon, Maluku. (Baca : Tiga Pembangkit Panas Bumi Beroperasi Tahun Depan)
Hasil verifikasi tersebut menunjukkan semestinya harga uap di Kamojang sekitar Rp 535 per kwh atau sebesar US$ 4 sen. Namun Pertamina menawarkan harga yang lebih tinggi dari angka tersebut. Apalagi jangka waktu yang diberikan Pertamina hanya lima tahun.
“Kalau harga uap yang ditawarkan wajar, kami mungkin akan beli,” kata dia berdasarkan keterangan resminya, Kamis, 7 Januari 2016. Agung sangat menyayangkan sikap Pertamina yang menawarkan harga uap terlalu tinggi. Apalagi Pertamina dan PLN sudah bekerja sama selama 32 tahun.
Bahkan PLN baru saja menyetujui pembelian listrik dari pembangkit baru Kamojang 5 yang dikelola oleh Pertamina sebesar US$ 9,4 sen per kWh untuk jangka 25 tahun kedepan. “Kami bingung, kenapa tiba-tiba Pertamina menawarkan harga mahal hanya untuk jangka waktu lima tahun saja,” ujar dia.
Dia berharap Pertamina dapat menurunkan harga tersebut. Namun menurut dia Pertamina selaku pengelola Kamojang tetap bertahan di harga jual yang terlalu tinggi. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan PLN untuk menunda perpanjangan pembelian uap dari Kamojang 1,2 dan 3.
Menurut dia PLN tidak mungkin membeli dengan harga yang terlampau tinggi karena akan mempengaruhi daya jual listrik PLN kepada masyarakat. Jika tarif listrik mahal dikhawatirkan dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan potensi serta daya saing industri masyarakat. (Baca : Daerah Krisis Listrik, Jokowi Resmikan Pembangkit Terapung)
Meskipun saat ini PLN tidak memanfaatkan aliran listrik dari pembangkit di Kamojang 1,2, 3, PLN berjanji tidak akan mengurangi suplai listrik untuk masyrakat. Untuk mengganti pasokan listrik dari Kamojang, PLN kata dia akan memanfaatkan aliran listrik Jawa - Bali yang saat ini pasokannya berkecukupan.
Sementara itu Pertamina mengklaim tidak pernah minta kenaikan harga. Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro mengatakan harga yang ditawarkan Pertamina masih sama seperti harga yang sudah sepakati sepanjang 2012 sampai 2015 sebesar US$ 6,2 sen per kwh. “Kami tidak minta kenaikan,” kata dia kepada Katadata, hari ini.
Menurut Wianda harga tersebut adalah wajar untuk memastikan keberlanjutan investasi panas bumi. Pertamina melalui anak usahanya PT. Pertamina Geothermal Energy saat ini sedang menggarap 11 proyek panas bumi di tujuh wilayah kerja terpisah dengan investasi sekitar US$ 2,5 miliar atau Rp 35 triliun hingga 2019. (Baca : Investasi Pertamina Tahun Depan Naik 20,7 Persen)
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Pertamina, kata Wianda, telah menawarkan agar kedua perusahaan dapat memperpanjang masa kesepatan sementara (interim agreement). Keinginan tersebut sudah disampaikan melalui surat yang disampaikan kepada Pertamina pada 31 Desember 2015.
Dalam surat tersebut, Pertamina meminta negosiasi sampai dengan akhir Januari 2016. Selama masa negosiasi tersebut, Pertamina masih memasok listrik dengan harga kesepakatan interim yaitu US$ 6,2 sen per kwh. Apabila hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan respon yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina akan menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Periwisata, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Edwin Hidayat Abdullah sangat menyayangkan apa yang terjadi di antara Pertamina dan PLN. Menurut dia kedua perusahaan tersebut tidak perlu bicara ke media karena sedang koodinasi internal.
Pemerintah juga berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut, seperti masalah PGN dan PLN di Lampung. “Ini masih dalam proses. Saya sudah lapor Bu Menteri juga mengenai ini,” kata dia di Gedung PLN, Jakarta.