Akibat Harga Pangan Melambung, BI Meramal Inflasi pada Januari
KATADATA - Kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) sejak awal tahun ini dapat mengurangi ongkos transportasi, sehingga turut mengerem laju inflasi pada bulan pertama tahun ini. Namun, kenaikan harga sejumlah bahan makanan dan pangan akan lebih dominan mengerek angka inflasi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan pada Januari ini masih akan terjadi inflasi. Perkiraan itu berdasarkan hasil pemantauan BI hingga pekan kedua Januari tercatat inflasi sebesar 0,75 persen. Faktor utama penyebabnya adalah kenaikan komponen harga pangan bergejolak (volatile food), seperti cabai, bawang merah, daging ayam, dan telur ayam ras.
Di sisi lain, adanya impor jagung, indukan ayam, dan anak ayam umur sehari (day old chicken/DOC) sehingga membuat harga ayam dan pakan ternak turut melonjak. “Kalau ada keterbatasan di dalam negeri dan melakukan impor yang bersifat sementara, akan berpengaruh ke pakan ternak dan harga pemeliharaan ayam petelur maupun pedaging. Kami menyoroti itu,” kata Agus di Jakarta, Senin (18/1).
Pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Distribusi Statistik dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, pada Januari biasanya memang terjadi inflasi. Namun, penurunan harga BBM jenis Premium dan Pertamax pada awal bulan ini akan dapat mengurangi tekanan inflasi.
(Baca: Harga Pangan Melambung, Inflasi Desember Tertinggi Selama 2015)
Ia menghitung, kebijakan tersebut akan mengurangi inflasi sebesar 0,09 persen. “Jadi misalkan harusnya (inflsi) 0,79 persen, jadi 0,7 persen dampak dari penurunan (harga BBM) yang dilakukan pemerintah,” katanya. Inflasi Januari ini juga disebabkan oleh pasokan bahan pangan yang berkurang di dalam negeri. Namun, jika fasilitas seperti irigasi rampung, Sasmito optimistis hasil panen cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar. Terutama, pasokan cabe, bawang merah, dan beras.
Tanda-tanda kenaikan harga pangan yang mengerek angka inflasi sebenarnya sudah terjadi sejak bulan lalu. BPS mencatat, pada Desember 2015 terjadi inflasi sebesar 0,96 persen. Padahal, pada periode sama tahun lalu alias Januari 2015 terjadi deflasi sebesar 0,24 persen.
(Baca: BI dan Pemerintah Siapkan Enam Langkah Menjaga Inflasi 2016)
Laju inflasi Desember 2015 itu merupakan angka tertinggi sepanjang tahun lalu. Menurut Kepala BPS Suryamin, seluruh kota di Indonesia mencatatkan inflasi pada Desember 2015. “Yang tertinggi di Merauke 2,87 persen, dan terendah 0,27 persen di Cirebon," katanya. Berdasarkan komponen pembentuk inflasi, komponen harga yang bergejolak (volatile food) mencatatkan angka paling besar yaitu 3,53 persen. Sedangkan komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan komponen inti masing-masing sebesar 0,86 persen dan 0,23 persen.
Begitu pula jika disetahunkan, tingkat inflasi komponen harga yang bergejolak selama 2015 mencapai 4,84 persen. Sementara komponen harga yang diatur pemerintah dan komponen inti pada 2015 tercatat inflasi sebesar 0,39 persen dan 3,95 persen.
Penyebab tingginya inflasi dari komponen harga yang bergejolak pada Desember 2015 adalah harga cabai merah dan bawang merah yang melonjak masing-masing 43 persen dan 36 persen. Momen Natal dan Tahun Baru yang memicu peningkatan permintaan, turut mengerek harga daging dan telur ayam ras masing-masing 6,2 persen dan 9,17 persen.