Pertamina Klaim Tak Dapat Untung dari Harga Premium
KATADATA - Meski telah diturunkan hingga 4,7 persen, harga bahan bakar minyak (BBM) Premium masih dianggap mahal. PT Pertamina (Persero) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku penetapan harga Premium sudah sesuai dengan harga keekonomian.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan penentuan harga Premium merupakan kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. Namun, harganya sesuai dengan perhitungan Pertamina, tanpa memperhitungkan keuntungan.
Menurut dia dengan harga Premium yang ditetapkan pemerintah, berada pas di titik ekonomis. Bahkan Pertamina pun tidak mendapat untung dari harga tersebut, karena tidak memasukkan konponen biaya penyimpanan untuk cadangan BBM (buffer stock). Sejak 5 Januari harga Premium ditetapkan sebesar Rp 6.950 per liter untuk luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 7.050 per liter untuk Jamali.
"Apaan untung, hitung saja yang benar. Jangan ngawur kalau buat pernyataan," kata Ahmad kepada Katadata, Selasa (19/1). (Baca: Untung Besar, Pertamina Diminta Turunkan Harga BBM Premium)
Pernyataan Ahmad ini menanggapi perhitungan harga Premium yang dibuat anggota Komisi Energi (VII) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Inas Nasrulllah Zubir. Inas menganggap Pertamina mendapat untung besar dari harga Premium yang ditetapkan pemerintah mulai awal tahun. Keuntungannya mencapai Rp 1.675 hingga Rp 1.775 dari setiap liter Premium yang terjual.
"Kalau saya lihat hitungan pak Inas belum memasukkan biaya inventory, storage, angkutan mobil tangki ke SPBU, margin pengusaha SPBU, iuran BPH Migas, dll," ujar Bambang.
Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Pembinaan Hilir Migas Kementerian ESDM Setyo Rini Tri Hutami yang menyatakan penetapan harga BBM sudah melalui perhitungan yang matang. Perhitungannya juga sudah mengacu pada formula yang ditetapkan Menteri ESDM. Namun, dia tidak merinci lebih lanjut mengenai cara perhitungan harga BBM dan komponen apa saja yang masuk dalam perhitungan tersebut.