Kekayaan BUMN Bertambah Rp 845 Triliun Dengan Revaluasi Aset
KATADATA - Banyak perusahaan milik negara (BUMN) benar-benar memanfaatkan insentif pemerintah untuk melakukan revaluasi aset. Lewat program revaluasi aset yang masuk ke dalam paket kebijakan ekonomi jilid V pemerintah ini, aset BUMN membengkak hingga Rp 845 triliun. Pemerintah pun mendapatkan tambahan setoran pajak puluhan triliun rupiah dari program tersebut.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro menyatakan, hingga saat ini sudah ada 79 perusahaan BUMN dari total 118 BUMN yang melakukan revaluasi aset. Alhasil, aset perusahaan pelat merah membengkak. Pada tahun 2014, total aset perusahan BUMN masih sebesar Rp 4.577 triliun. Setahun berselang, jumlahnya bertambah menjadi Rp 5.395 triliun.
Kini, setelah 79 perusahaan BUMN melakukan revaluasi aset, aset atau kekayaan BUMN membengkak 15,7 persen atau senilai Rp 845 triliun. Total aset BUMN menjadi Rp 6.240 triliun sampai saat ini,” kata Wahyu di Jakarta, Jumat (5/2).
Ke depan, dia merinci, lima perusahaan BUMN tidak bisa melakukan revaluasi aset. Pasalnya, perusahaan pelat merah itu sudah melakukan aksi korporasi tersebut dalam kurun lima tahun terakhir. Hal ini mengacu pada ketentuan yang mengatur jangka waktu revaluasi aset terhadap obyek yang sama.
(Baca: Kementerian BUMN Prioritaskan Revaluasi Aset PLN dan Bulog)
Sementara itu, masih ada BUMN yang belum merevaluasi aset lantaran berbagai persoalan. Wahyu memberi contoh, ada BUMN yang tidak mau menjalankan revaluasi aset karena nilai keekonomiannya tidak signifikan bagi perusahaan. Selain itu, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) perusahaan belum cukup untuk melakukan ekspansi.
Di tempat yang sama, Staf Ahli Bidang Komunikasi Strategis dan Hubungan Industrial Kementerian BUMN, Hambra, mengatakan sejumlah persoalan yang dihadapi BUMN. “Ada masalah BUMN dengan instansi pemerintah, masalah aset BUMN yang diduduki pihak ketiga dan masalah administrasi,” ujarnya. Untuk masalah yang terakhir disebutkannya, ada BUMN tanpa sertifikat aset. Karena itu, Hambra menjanjikan Kementerian BUMN akan segera menyelesaikan masalah tersebut.
(Baca: Pertamina akan Revaluasi Aset Kilang dan Properti Tahun Depan)
Sekadar informasi, bertambahnya aset melalui penghitungan ulang asetnya memang membuka ruang lebih lebar bagi sebuah perusahaan untuk memperbesar pinjaman. Dengan begitu, dana pinjaman yang diperoleh bisa digunakan untuk membiayai ekspansi atau pengembangan perusahaan.
Wahyu menegaskan, Kementerian BUMN akan terus mendorong BUMN untuk melakukan revaluasi aset,. Namun, dia enggan menyebutkan identitas masing-masing perusahaan yang sudah atau belum merevaluasi asetnya. “Rekapitulasi data sedang kami finalisasi, akan kami laporkan kalau sudah selesai,” kata dia.
(Baca: Di Luar Perkiraan, Revaluasi Aset Tembus Rp 20 Triliun)
Di sisi lain, Wahyu mengungkapkan, Kementerian BUMN hingga saat ini baru menyetorkan pajak revaluasi aset ke negara sebesar Rp 10 triliun. Padahal, pada akhir tahun lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah menyatakan, revaluasi aset membuahkan penerimaan pajak sebesar Rp 20 triliun pada 2015. Dari jumlah tersebut, setoran pajak revaluasi aset dari perusahaan BUMN sekitar Rp 10 triliun.
Melalui paket kebijakan tahap lima ini, pemerintah memberi insentif pajak bagi perusahaan yang merevaluasi asetnya. Jika selama ini tarif pajak penghasilan (PPh) final revaluasi aset sebesar 10 persen, tarif tersebut diturunkan berdasarkan periodisasi pelaksanaannya. Revaluasi aset yang dilakukan pada 2015, tarif pajaknya hanya tiga persen. Sedangkan kalau dilaksanakan pada semester satu dan dua 2016, tarifnya masing-masing empat persen dan enam persen.