Jebakan Minyak Murah, Pemerintah Dukung Proyek Energi Baru Rp 47 T
KATADATA - Pemerintah tidak mau terlena oleh rendahnya harga minyak dunia saat ini. Di satu sisi, kondisi tersebut menguntungkan Indonesia sebagai negara importir minyak. Namun, di sisi lain, harga minyak yang murah itu bisa menjerumuskan Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, harga minyak dunia yang terus menurun di bawah level US$ 30 per barel belakangan ini, bisa menjadi perangkap buat Indonesia. Jika tidak hati-hati, dia khawatir negara ini tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap energi fosil. Padahal, ada sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan.
Karena itulah, pemerintah saat ini fokus mengembangkan energi baru dan terbarukan. Sumber energi ini dianggap lebih ramah lingkungan. “Saya ingin serukan pada dunia, bersiap-siap menghadapi era baru. Kami akan manfaatkan potensi yang ditinggalkan selama ini yakni energi bersih. Ini bisa diandalkan untuk mengganti ketergantungan pada (energi) fosil,” kata Sudirman saat berpidato dalam forum “Bali Clean Energy Forum 2016” di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/2).
Di tengah harga minyak yang rendah saat ini, Sudirman optimistis target penggunaan energi baru dan terbarukan akan tercapai. Indonesia berkomitmen penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 mendatang. Dengan bantuan internasional, Indonesia yakin bisa mencapai porsi yang lebih tinggi dari itu yaitu sebesar 41 persen. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi anggota International Energy Agency (IEA).
(Baca: Pemerintah Akan Bentuk PLN Energi Baru Terbarukan)
Sebagai bentuk komitmen pengembangan energi terbarukan, pemerintah menyelenggarakan Bali Clean Energy Forum selama dua hari, 11-12 Februari 2016 di Bali. Sebanyak 1.200 lebih peserta hadir dalam forum internasional tersebut. Dalam acara ini akan ada penandatanganan kerjasama atau kontrak proyek energi terbarukan dengan nilai cukup besar, yakni Rp 47 triliun. Adapun jumlah penyerapan tenaga kerjanya diperkirakan lebih dari 18 ribu orang.
(Baca: BPPT Pesimistis Target Bauran Energi Baru Terbarukan Tercapai)
Pemerintah juga telah menunjuk Provinsi Bali sebagai wilayah percontohan pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. Pertimbangannya, Bali sering menjadi destinasi para pelancong di berbagai negara. Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Provinsi Bali I Made Mangkupastika menargetkan pada 2019 ke penggunaan energi terbarukan di Bali bisa mencapai 100 persen.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan, pengembangan energi terbarukan tetap harus sesuai dengan kondisi di Indonesia. “Karena berada di daerah tropis bisa mengembangkan energi dari tenaga surya atau bisa mengembangkan panas bumi karena banyak gunung berapi,” katanya. Pemerintah juga menyiapkan beberapa insentif. Salah satunya adalah melalui dana ketahanan energi yang masih dibahas pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
(Baca: Maju Mundur di Balik Keputusan Menunda Pungutan Dana Energi)
Meski saat ini lebih murah menggunakan batubara, dalam jangka panjang biaya untuk pemulihan lingkungan akan lebih besar. Sedangkan harga minyak yang murah juga jangan dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan energi terbarukan. Pasalnya, Kalla memperkirakan harga minyak murah saat ini hanya berlangsung sementara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol sangat mendukung langkah pemerintah Indonesia. Dia juga sependapat dengan Kalla bahwa fenomena anjloknya harga minyak dunia hanya sementara. Untuk itu, perlu dipikirkan lagi kebijakan energi jangka panjang. “Salah satunya adalah memperbaiki efisiensi penggunaan energi seperti pendingin ruangan,” katanya.