Tekan Defisit Anggaran, BUMN Gandeng Swasta Bangun Infrastruktur
KATADATA - Pemerintah sedang berpikir keras dalam menyiasati anggaran negara yang terbatas. Satu di antara ide yang muncul, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengerjakan proyek infrastruktur melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan menggandeng swasta, hal ini diharapkan dapat menahan pelebaran defisit anggaran.
Tak hanya sekadar berwacana, hari ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara menandatangani perjanjian kerja sama Proyek Palapa Ring Paket Barat dengan PT Palapa Ring Barat. Perusahaan tersebut merupakan konsorsium antara Moratel dan Ketrosden Triasmitra. Dalam proyek ini, Rudi menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama. Nilai proyek sebesar Rp 1,28 triliun. (Baca: Bangun Infrastruktur, Pemerintah Didorong Gandeng Swasta).
Pada kesempatan yang sama, Rudi juga menandatangani perjanjian kerja sama untuk Proyek Palapa Ring Paket Tengah dengan PT LEN Telekomunikasi Indonesia senilai Rp 1,38 triliun. Palapa Ring merupakan salah satu proyek Infrastruktur Strategis Nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013, yang juga dikategorikan sebagai Proyek Prioritas Nasional.
Menurut Menteri Bambang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya digunakan untuk membiayai infrastruktur dasar, yang umumnya tidak memberikan keuntungan. Dia berharap swasta atau BUMN mau mengerjakan proyek yang layak atau feasible. Dengan skema KPBU ini, menurut dia, ruang fiskal menjadi lebih leluasa karena tidak menggunakan APBN. Selain itu, pembayarannya berdasarkan kinerja.
“Juga menambah aset. Fiber optiknya (Palapa Ring) jadi aset negara. Kami nambah aset dengan bangun jembatan, jalan, irigasi pakai APBN. Sekarang ini tidak. Uangnya punya developer tapi pemerintah tambah asetnya,” kata Bambang dalam penandatanganan perjanjian kerja sama proyek Palapa Ring di kantornya, Jakarta, Senin, 29 Februari 2016. (Baca juga: PII Berikan Penjaminan untuk Enam Proyek Infrastruktur).
Menurutnya, hal ini menunjukkan perekonomian Indonesia masih tumbuh. Sementara itu, jumlah penduduk besar dan mayoritas usia produktif semestinya membuat bisnis infrastruktur menjanjikan. Untuk itu, ia mendorong swasta mau membangun infrastruktur yang feasible, seperti rumah sakit atau pusat olahraga. “Mimpi saya adalah melihat konglomerat Indonesia di bidang infrastuktur muncul. Yang ada selama ini kan sawit atau tambang.”
Sebenarnya, bukan hanya kali ini pemerintah mendorong swasta masuk ke proyek-proyek infrastruktur. Tahun lalu, sejumlah kalangan juga menyarankan hal sama ketika pemerintah kesulitan dalam menghadapi tekanan defisit anggaran negara yang makin lebar. Ketika itu, tawarannya memakai skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS). (Lihat pula: Swasta Bisa Talangi Biaya Pembebasan Lahan Tol).
Misalnya, ketika itu ekonom dari Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko menyatakan RAPBN 2016 hanya bisa menyediakan Rp 310 triliun. Kalau target pajak tidak tercapai, mau tidak mau dana proyek infrastruktur akan disunat. “Ini kenapa Public Private Partnership (PPP) sangat dibutuhkan,” katanya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 disebutkan, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 5.519 triliun. Dari jumlah itu, pemerintah harus menyediakan 40 persen, yakni Rp 2.215 triliun atau Rp 440 triliun per tahun. (Baca: Proyek Infrastruktur Rp 147 Triliun Mangkrak).