Pertamina Mau Kuasai Kilang Elpiji Belanak dari ConocoPhillips
KATADATA - PT Pertamina (Persero) berminat mengambil alih kilang elpiji di Lapangan Belanak, Blok B South Natuna dari ConocoPhillips. Pasalnya, ConocoPhillips sudah menyatakan tidak lagi memproduksi elpiji mulai akhir tahun ini. Hal tersebut dapat mengancam pasokan elpiji dalam negeri sehingga impor bakal meningkat.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, timnya saat ini masih mengkaji kemungkinan mengambil alih kilang tersebut. Meski ConocoPhillips menganggap pengoperasiannya tidak lagi ekonomis, bisa saja kilang itu ketika dioperasikan oleh Pertamina masih efisien. Apalagi, jika ada potensi penghematan. “Kalau bisa efisien akan kami akan ambil,” kata dia kepada Katadata seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis malam (3/3).
(Baca: ConocoPhillips Setop Produksi, Pertamina Tambah Impor Elpiji)
Penghentian pengoperasian Kilang Belanak memang membuat khawatir Pertamina. Ahmad mengatakan, pasokan elpiji ke Pertamina bakal terganggu. Apalagi, Kilang Belanak selama ini dapat memproduksi elpiji 10.000 metric ton. “Kalau itu berhenti suplai elpiji Pertamina akan berkurang di dalam negeri,” ujar dia. Secara otomatis impor elpiji pun akan melonjak. Ujung-ujungnya, ketersediaan stok Eliji yang bisa didistribusikan kepada masyarakat bakal terganggu.
Pertamina saat ini mengimpor hampir 60 persen kebutuhan konsumsi elpiji dalam negeri. Berdasarkan data Pertamina, konsumsi elpiji tahun ini diperkirakan naik menjadi 7,8 juta ton, dengan rincian, 6,6 juta ton elpiji bersubsidi dan 1,2 juta ton nonsubsidi. Sementara konsumsi tahun lalu hanya 7 juta ton, dengan elpiji subsidi sebesar 5,56 juta ton. Jawa Barat menjadi salah satu provinsi terbesar yang menyerap elpiji subsidi sekitar 1,16 juta ton tahun lalu.
(Baca: Konversi Minyak Tanah ke Elpiji Hemat Rp 189 Triliun)
Selain Kilang Belanak, Pertamina tengah fokus menggarap beberapa infrastruktur elpiji untuk menjaga ketahanan energi. Ada empat proyek pembangunan terminal elpiji yang menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Nilai proyeknya mencapai Rp 870 miliar dengan total kapasitas 6.000 metrik ton (mt). Lokasinya di Jayapura dengan kapasitas 2.000 mt, Wayame 2.000 mt, Tenau (Kupang) 1.000 mt, dan Bima 1.000 mt. Dengan pembangunan infrastruktur tersebut, Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro berharap tidak ada lagi gangguan pasokan elpiji akibat gangguan cuaca atau hal lainnya, terutama di Indonesia bagian timur.
Pertamina juga berencana membangun infrastruktur hilir lainnya. Antara lain terminal elpiji di Jawa Barat dengan kapasitas US$ 88.000 metric ton (mt), dan investasinya mencapai US$ 215 juta. Proyek ini rencananya akan selesai 2019. Sedangkan proyek pembangunan terminal elpiji di Padang berkapasitas 3.000 mt dan nilai investasi sekitar US$ 17 juta, yang ditargetkan selesai 2018.
Ada pula pembangunan terminal elpiji di Bali, berkapasitas 3.000 mt dengan investasi US$ 15 juta. Proyek ini diperkirakan selesai 2018. Untuk revitalisasi elpiji di Arun, kapasitasnya 88.000 mt dengan investasi US$ 40 juta. Proyek ini diperkirakan selesai 2017.
(Baca: Pertamina Dapat Tugas Garap Infrastruktur Hilir di Indonesia)
Pertamina juga berencana mengembangkan infrastruktur hilir migas di Jawa Timur dan Bontang. Di Jawa Timur, Pertamina akan membangun terminal elpiji berkapasitas 88.000 mt dengan investasi US$ 227 juta. Proyek ini diperkirakan selesai pada 2020. Sedangkan untuk pembangunan terminal elpiji di Bontang menghabiskan dana sekitar US$ 20 juta. Kapasitasnya mencapai 100.000 mt dan akan selesai 2018.