Gubernur Maluku Minta Hentikan Kegaduhan Blok Masela
KATADATA - Bukan cuma Presiden Joko Widodo yang tidak senang dengan kegaduhan seputar pembahasan skema pengembangan Blok Masela. Pemerintah Provinsi Maluku juga merasa terganggu dengan pro-kontra pengembangan blok kaya gas di Laut Arafuru tersebut.
Gubernur Maluku Said Assagaff menghimbau semua pihak untuk menahan diri sehingga tidak menyampaikan pendapat dan komentar yang tidak berguna mengenai Blok Masela. Sebaliknya, komentar dan pendapat yang disampaikan ke publik harus komprehensif. Pihak yang berkomentar juga harus menguasai persoalan dan memahami rakyat Maluku.
“Hentikan berbagai kegaduhan yang bersifat kontraproduktif tentang Blok Masela, apalagi diperdebatkan di hadapan publik melalui media massa,” kata Said dalam siaran persnya yang diterima Katadata, Rabu (15/3).
(Baca: Seteru di Balik Kisruh Pengembangan Blok Masela)
Perdebatan mengenai pengembangan Blok Masela melalui pembangunan kilang gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di laut (Floating LNG/FLNG) atau pipa di darat (onshore LNG/OLNG) seharusnya tidak perlu terjadi. Apalagi, Presiden Jokowi sudah mendapat masukan mengenai plus-minus dua skema tersebut. Jadi, Pemprov Maluku menyerahkan keputusan mengenai pembangunan kilang di darat atau di laut kepada Presiden. Said meyakini keputusan yang akan diambil Presiden adalah keputusan yang terbaik.
Ia hanya mengingatkan agar pengalaman proyek migas di Aceh tidak terulang di Maluku. Pasalnya, proyek gas Arun di Aceh sejak puluhan tahun lalu hanya dinikmati oleh Kabupaten Lhokseumawe. Sementara daerah lain di provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu tidak menikmati hasilnya. Karena itu, keputusan pengembangan Blok Masela nantinya harus mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Maluku, dan tidak hanya wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat dimana letak blok migas tersebut.
Kegaduhan Blok Masela sudah terjadi sejak September tahun lalu. Polemik bermula dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, yang tidak setuju dengan rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengenai pengembangan Blok Masela. SKK Migas menyetujui revisi proposal rencana pengembangan wilayah atau Plant of Development (PoD) yang diajukan operator Blok Masela, Inpex Corporation. (Baca: Rizal vs Amien di Blok Masela)
Dalam proposal yang diajukan pada September 2015 itu, Inpex mengubah kapasitas FLNG dari 2,5 juta ton per tahun selama 30 tahun menjadi 7,4 juta ton per tahun selama 24 tahun. Perubahan kapasitas FLNG ini terjadi karena cadangan yang ditemukan lapangan tersebut meningkat dari proposal awal sebesar 6,05 triliun kaki kubik (tcf) mejadi 10,3 tcf. Namun, Rizal menilai pengolahan gas Blok Masela tidak tepat jika menggunakan FLNG. Untuk meningkatkan pembangunan daerah wilayah Maluku, kilang tersebut harus dibangun di darat.
Sebaliknya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menganggap yang paling ekonomis untuk pengembangan Blok Masela adalah membangun kilang apung atau FLNG. Skema ini dianggap lebih murah dibandingkan harus membangun kilang di darat. Opsi ini juga didukung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.
(Baca: Maluku Dapat Rp 5 Triliun dari Development Fund Blok Masela)
Amien mengatakan, biaya yang diperlukan untuk skema FLNG adalah US$ 14,8 miliar. Sementara membangun kilang di darat akan menghabiskan dana sebesar US$ 19,3 miliar. Tidak hanya itu, penerimaan negara juga akan lebih besar jika menggunakan skema kilang di laut. Selama 24 tahun, negara akan menerima US$ 51,76 miliar. Tapi, jika menyalurkan gas ke darat, pemerintah hanya mendapatkan US$ 39,59 miliar.