Setelah Perusahaan Pembayar Terbesar, Pemerintah Bidik Pajak Pribadi

Muchamad Nafi
5 April 2016, 16:40
Pajak_Katadata_Arief.jpg
Arief Kamaludin|KATADATA

Nilai pembayaran pajak 22 perusahaan, satu lembaga -Bank Indonesia- dan satu orang mencapai 10 persen dari target penerimaan tahun lalu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengapresiasi para pembayar pajak terbesar itu. Wajib pajak yang patuh ini perlu mendapat penghargaan.

Menurut Bambang, penghormatan semacam ini juga bisa mempermudah aparat pajak mengejar penerimaan. Adaro Indonesia, misalnya, bisa menjadi standar penghitungan pajak ke perusahaan tambang lainnya yang model bisnisnya serupa. Di sektor perbankan, Bank Central Asia (BCA) dan Bank Mandiri bisa dijadikan sebagai patokan.

Dalam kesempatan itu, wajib pajak yang menerima penghargaan yakni BCA, Astra Sedaya Finance, The Hongkong and Shanghai Banking Corp Ltd., dan Adaro Indonesia. Ada pula Kaltim Prima Coal, Newmont Nusa Tenggara, Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Astra Daihatsu Motor, dan Unilever Indonesia. Penyumbang pajak terbesar yang lain yaitu Krama Yudha Tiga Berlian Motors, Samsung Electronics Indonesia, dan Jawa Power.

Sederat perusahaan lain dalam jajaran ini ialah Pertamina, Semen Indonesia, Bio Farma, Kimia Farma, Pupuk Indonesia, Perkebunan Nusantara III, Bank Indonesia (BI), Telekomunikasi Selular, Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Sedangkan untuk perorangannya yakni Arifin Panigoro. (Baca: Direktorat Pajak Siapkan 10 Langkah Genjot Penerimaan 2016).

Bambang mengatakan pembayaran pajak ini semestinya menjadi ukuran bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendongkrak penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi. Bila menggantungkan penerimaan dari PPh badan atau perusahaan, hal itu bisa terseret perkembangan ekonomi. Ketika ekonomi lesu, PPh badan juga menyusut. Bahkan, ada pembayar pajak tertinggi di tahun lalu tidak masuk nominasi seiring menurunnya keuntungan perusahaan.

Di sisi lain, pajak menjadi penyumbang utama penerimaan negara, yakni 70 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Individu tidak akan membiarkan dirinya bangkrut dan menderita. Itulah basis pajak yang lebih sustain,” kata Bambang saat membuka acara penghargaan kepada pembayar pajak terbesar di kantor Direktorat Pajak, Jakarta, Selasa, 5 April 2016.

Selain itu, Bambang menyampaikan perlunya data bagi Direktorat Pajak. Data menjadi senjata bagi pegawai pajak untuk mengejar penerimaan negara. Sebab, tak sedikit wajib pajak yang menghindar dari kewajibannya dengan mengurangi laba perusahaan dan mengalihkannya ke negara suaka pajak atu tax haven. (Baca juga: Rekor Baru, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.000 Triliun).

Kondisi ini tentu merugikan banyak negara, sehingga mendorong terbentuknya kesepakatan pertukaran informasi secara otomatis atau Automatic Exchange of Information terkait perpajakan. Karenanya, Bambang mengimbau wajib pajak untuk berbagi pengalamam terkait data. “Hanya dengan data kami bisa lakukan pemeriksaan dengan benar,” ujarnya. “Jangan menuntut penerimaan tinggi, tapi akses data tidak bisa dibuka.”

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan penerimaan pajak hingga triwulan pertama hampir mencapai 15 persen dari total target Rp 1.360 triliun. Bila dibandingkan dengan periode tahun lalu sedikit menurun sekitar Rp 4 triliun. “Karena Pajak Pertambahan Nilai dan migas yang turun,” kata Ken.  (Lihat pula: Menteri Keuangan akan Pangkas Target Pajak Sesuai Kondisi Ekonomi).

Hingga akhir tahun, Ken yakin penerimaan pajak hingga akhir tahun dapat bertumbuh 13 persen. Angka itu diperoleh dari 10 persen pertumbuhan alami yang berasal dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi, lalu tiga persen berasal usaha ekstra.

Kontributor: Desy Setyowati

Reporter: Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...