Menteri ESDM Tunjuk Orang Aceh Pimpin BPMA
Proses pembentukan Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA) sepertinya akan berjalan mulus. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said telah menunjuk kepala badan yang akan menggantikan peran Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Provinsi Aceh.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Menteri ESDM sudah memilih satu dari tiga calon yang diajukan oleh Gubernur Aceh sebagai Kepala BPMA. Namun, dia belum mau menyebutkan calon yang terpilih tersebut. “Kepala BPMA sudah diteken menteri,” kata dia kepada Katadata, Rabu (6/4). (Baca: Aceh Tagih Janji Pemerintah Bentuk Badan Pengelola Migas)
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji juga membenarkan info tersebut. Rencananya, Menteri ESDM akan melantik Kepala BPMA Senin (11/2). Meski tidak mau menyebut nama, dia mengatakan Kepala BPMA yang ditunjuk berasal dari Aceh. “Namanya nanti diumumkan waktu pelantikan,” kata dia Kamis (7/4).
Setelah pelantikan, Kepala BPMA akan menyusun struktur organisasinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, badan khusus ini harus sudah terbentuk pada Mei 2016. Sesuai dengan aturan tersebut, BPMA terdiri atas Kepala BPMA, Komisi Pengawas, dan Unsur Pelaksana.
Unsur Pelaksana terdiri atas paling banyak lima unit kerja dan masing-masing unit kerja membawahi paling banyak tiga sub unit kerja. Sementara Komisi Pengawas keanggotaannya terdiri atas tiga orang yang masing-masing mewakili unsur Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan unsur masyarakat yang mempunyai pengetahuan di bidang Minyak dan Gas. Unsur masyarakat akan ditetapkan oleh Gubernur. (Baca: Aceh Merasa Diabaikan Dalam Proses Akuisisi Blok B dan NSO)
Kepala BPMA memiliki masa jabatan selama lima tahun. Dalam hal tertentu, Menteri dengan persetujuan Gubernur dapat memperpanjang masa jabatan Kepala BPMA paling lama satu tahun. Salah satu kewenangan Kepala BPMA adalah menandatangani kontrak kerja sama migas di wilayah yang sudah ditentukan oleh aturan.
BPMA ini akan mengelola dan mengendalikan secara bersama-sama kegiatan usaha hulu migas di darat dan laut Provinsi Aceh. Namun, kewenangan itu hanya pada blok migas di wilayah 0 sampai dengan 12 mil laut. Jadi, kontraktor yang mengelola blok migas di area tersebut tidak lagi berurusan dengan SKK Migas.
Saat ini ada lebih dari 10 blok migas yang masuk dalam wilayah Aceh seperti Blok A, Blok B, Blok NSO, dan beberapa blok lainnya. Data dari Kementerian ESDM menyebut saat ini cadangan minyak yang ada di Blok B sebesar 3.343 MTSB, sementara cadangan gasnya mencapai 104 BSCF. Blok ini dulunya dikelola oleh ExxonMobil. Namun, sejak Oktober 2015, sudah berpindah tangan ke PT Pertamina (Persero). Masa kontrak ini berakhir 2018. (Baca: Langkah Tergesa-gesa Pertamina Mencaplok Aset Migas di Aceh)
Tidak berbeda dengan Blok B, Blok NSO juga akan berakhir 2018. Bersamaan dengan Blok B, Blok NSO juga diambilalih Pertamina sejak Oktober tahun lalu. Menurut data Kementerian ESDM jumlah cadangan minyak yang ada di Blok NSO 272 MTSB, dan cadangan gasnya mencapai 92 BSCF.