Pemerintah Tolak Usulan Harga Saham Freeport
Nasib saham divestasi PT Freeport Indonesia belum juga menemui titik terang. Alih-alih mengambil keputusan, pemerintah malah mengirimkan surat keberatan atas harga saham yang ditawarkan perusahaan asal Amerika Serikat itu. Surat tersebut diserahkan kepada Freeport Indonesia, kemarin.
Direktur Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono mengatakan harga yang ditawarkan oleh PT Freeport belum sesuai dengan hitungan pemerintah. “Jadi kami menyampaikan harga belum sepakat. Makanya 60 hari belum bisa dihitung,” kata Gatot usai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pengelola Migas Aceh di Kantor Kementerian Energi, Jakarta, Senin, 11 April 2016.
Pada pertengahan Januari lalu, PT Freeport Indonesia sudah menawarkan 10,64 persen saham kepemilikannya kepada pemerintah. Dalam surat itu, Freeport menyatakan saham yang akan dilepas senilai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun. Angka tersebut merujuk pada total nilai saham Freeport yang ditaksir US$ 16,2 miliar. (Baca: Freeport Akan Lepas 10 Persen Saham Senilai Rp 23,5 Triliun).
Namun Gatot mengatakan pemerintah belum mendapatkan parameter untuk menilai saham tersebut. Tim yang sudah dibentuk tak satu suara mengenai parameter yang akan digunakan, apakah mengacu pada harga setelah kontrak berakhir atau harga aset saat ini.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah memang sudah membuat tim untuk mengkaji divestasi Freeport. Tim itu terdiri atas perwakilan dari Kementerian Energi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Badan Usaha Milik. Ada pula perwakilan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegaiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, jika dalam waktu 60 hari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak berminat atau tidak memberi jawaban maka saham tersebut akan ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara lelang. Jika keduanya tidak berminat, akan ditawarkan ke swasta nasional, juga dengan cara lelang. (Baca: Tinggal Seminggu, Pemerintah Belum Putuskan Divestasi Saham Freeport).
Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya juga sudah menyiapkan empat perusahaan negara yang bergerak di bisnis mineral dan batu bara untuk mengambil saham divestasi tersebut. Keempat BUMN tersebut adalah Aneka Tambang, Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Bukit Asam, dan PT Timah. Hanya saja, Rini menyatakan harga saham yang ditawarkan PT Freeport terlalu mahal. Untuk itu, dia meminta Danareksa dan Mandiri Sekuritas untuk mengevaluasi harga penawaran saham tambang emas terbesar di Indonesia itu.
Langkah Rini menyiapkan BUMN ini juga didukung Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Fadel Muhammad. Menurut dia, saham divestasi itu lebih baik dibeli oleh perusahaan BUMN. Jika 10,64 persen saham divestasi Freeport itu diberikan ke perorangan akan berisiko disalahgunakan. (Baca: Hindari Calo, DPR Dukung BUMN Beli Saham Divestasi Freeport)
Bahkan Fadel mengatakan BUMN tidak perlu khawatir dengan pendanaan. BUMN bisa menyusun kebutuhan pendanaan untuk membeli saham Freeport, kemudian diusulkan kepada DPR. Selanjutnya, Dewan akan mencari cara agar BUMN memiliki dana untuk membelinya.