Penerimaan Minyak Tergerus, Saudi Utang Rp 137 Triliun

Maria Yuniar Ardhiati
21 April 2016, 17:04
Unit pengolahan gas alam cair Blok Tangguh
Katadata

Saudi Arabia hampir mencapai kesepakatan dalam memperoleh pinjaman senilai US$ 10 miliar, sekitar Rp 136,8 triliun, dari sejumlah bank internasional. Keputusan tersebut ditempuh untuk memulihkan perekonomian yang sedang terpukul akibat anjloknya pemasukan dari sektor minyak.

Dengan mengutip Reuters, pada Rabu, 20 April 2016, BBC menyebutkan negara pengekspor minyak terbesar dunia ini pada awalnya mencari pendanaan US$ 8 miliar. Namun Menteri Keuangan Saudi Arabia memperbesar jumlah tersebut seiring peningkatan permintaan atas pendanaan.

Langkah Saudi mencari pinjaman dari bank asing muncul beberapa hari setelah negara-negara pengekspor minyak (OPEC) melakukan pertemuan di Doha, Qatar, untuk membahas produksi minyak dunia. Pertemuan ini berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan apapun. (Baca: Bahas Pembekuan Produksi OPEC, Indonesia Akan Bersikap Netral).

Dalam pertemuan pekan lalu itu, Saudi Arabia bersedia memangkas produksi minyak jika semua anggota OPEC, termasuk Iran menjalankannya. Namun, Iran memutuskan untuk tetap meningkatkan hasil minyaknya menyusul pencabutan sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat yang dikeluarkan awal tahun ini.

Bila pinjaman itu terealisasi, ini kali pertama dilakukan Saudi Arabia sejak seperempat abad lalu. Negera tersebut pernah membuka diri ke pasar internasional awal 1990-an ketika Irak melakukan invasi terhadap Kuwait. Pemasukan Saudi Arabia dari penjualan minyak, yang juga merupakan andalan penerimaan negara, merosot 23 persen tahun lalu.

Rencana utang tersebut diharapkan menemui kepastian pada akhir April ini. Pinjaman itu kelak akan dimanfaatkan Saudi untuk menekan ketergantungan kepada bank domestik sekaligus menakar potensi penawaran pinjaman dari pihak asing. Selain itu, pinjaman tersebut bisa membuka peluang bagi Saudi untuk menerbitkan surat utang internasional. Meski demikian, hingga saat ini bank sentral Saudi Arabia belum memberi penjelasan mengenai aksi permohonan pinjaman asing itu.

Untuk memulihkan kondisi perekonomian, Saudi bahkan memangkas belanja negara, menaikkan pajak, serta meningkatkan harga bahan bakar dan produk energinya. Sebenarnya, Saudi Arabia tak sendirian. Qatar dan Oman, dua negara yang juga merupakan bagian kawasan Teluk, mencari dana pinjaman asing karena melemahnya harga minyak. Awal tahun ini, Qatar memperoleh pinjaman US$ 5,5 miliar. Sementara itu, Oman mencatatkan utang luar negeri US$ 1 miliar.

Harga minyak telah terperosok sampai hampir dua per tiga sejak Juni 2014. Anjloknya harga ini akibat dari berlebihnya pasokan serta kompetisi dari para penghasil minyak serpih (shale oil) di Amerika. Saudi Arabia mengalami defisit anggaran hingga US$ 98 miliar tahun lalu karena lesunya harga minyak mentah. (Baca: Pasokan Menyusut, Harga Minyak Indonesia Maret Naik 18 Persen)

Namun kemarin harga minyak sempat naik empat persen setelah persediaan minyak mentah mampu menghentikan kecemasan yang dipicu oleh langkah Kuwait. Selain itu, para penghasil minyak besar dikabarkan akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membatasi produksi.

Harga minyak kembali pulih setelah kantor administrasi informasi Amerika Serikat (EIA) menyatakan pasokan minyak mentah naik 2,1 juta barel pekan lalu. Harga minyak mentah sempat jatuh karena industri minyak dan gas Kuwait melakukan aksi mogok selama tiga hari. Namun, kemudian, enam kapal tanker raksasa Kuwait dilaporkan memuat minyak mentah untuk diekspor. Kuwait juga telah meningkatkan produksi minyaknya menjadi 1,6 juta barel per hari dari 1,1 juta barel per hari pada Minggu pekan lalu. (Baca: Tertinggi Tahun Ini, Harga Minyak Amerika di Atas US$ 40).

    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...