Lelang Migas 2016, Bagi Hasil Pemerintah Harus di Atas 51 Persen
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melelang blok migas dalam waktu dekat. Dalam lelang ini, pemerintah memberikan tawaran porsi bagi hasil yang lebih besar dari sebelumnya. Artinya porsi bagi hasil yang akan didapat pemerintah dari blok migas yang dilelang tahun ini akan semakin kecil.
Biasanya pemerintah mendapat porsi bagi hasil produksi sebesar dua hingga empat kali dari porsi yang didapat kontraktor dalam setiap kontrak blok migas. Kali ini selisih porsi bagi hasil yang didapat pemerintah bisa tidak mencapai dua kali porsi yang didapat kontraktor.
Direktur Pembinaan Hulu Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pengurangan porsi bagi hasil untuk negara ini tidak melanggar aturan apa pun. Karena merujuk pada undang-undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, maka porsi bagi hasil pemerintah harus di atas 51 persen.
"UU migas kita (hanya) mengatakan negara harus (mendapat porsi bagi hasil) lebih baik," kata dia di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (20/5). (Baca: Lelang Blok Migas 2016, Kontraktor Bisa Tawar Besaran Bagi Hasil)
Jika negara hanya mendapat bagi hasil 52 persen pun, masih sesuai dengan undang-undang tersebut. Artinya, bisa saja pemerintah memberikan porsi bagi hasil bagi investor dalam lelang blok migas tahun ini mencapai 47 persen. Asalkan pemerintah masih mendapatkan porsi lebih besar.
Biasanya pemerintah memberikan porsi bagi hasil untuk kontraktor di setiap blok migas, sebesar 20 persen untuk minyak dan 30 persen untuk gas. Sementara pemerintah mendapat bagian jauh lebih besar, yakni 80 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas.
Konsep lelang kali ini menggunakan “open bid split” yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya pemerintah menetapkan sendiri besaran persentase bagi hasil pada setiap blok migas yang dilelang. Kali ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada investor menawar besaran bagi hasil, sesuai dengan keekonomian blok migas yang diminati. Investor juga bisa menawar besaran bonus tanda tangan.
Pemerintah akan menentukan pemenang lelang berdasarkan penawaran tertinggi dan penilaian terbaik. Ada dua konsep penilaian yang dilakukan, yakni penilaian dasar dan penilaian akhir. Penilaian dasar dilihat dari penawaran komitmen teknis dan kemampuan keuangan dari peserta lelang yang melakukan penawaran ini.
Setelah lolos penilaian dasar, akan dilakukan penilaian akhir atau pemeringkatan. Dalam penilaian ini ada beberapa indikator untuk pengukurannya. Diantaranya, Penawaran Komitmen Kerja (Teknis), bonus tanda tangan dan tawaran besaran bagi hasil. (Baca: Mulai Juni, Pemerintah Lelang 14 Blok Migas)
Pengumuman lelang tahun ini akan dilakukan saat hajatan tahunan para pelaku industri migas di Indonesia, yaitu "The 40th IPA Convetion and Exhibition 2016" pada 25-27 Mei mendatang, di Jakarta. Hajatan yang ke-40 pada tahun ini tersebut mengusung tema "Mengubah Paradigma - Penyediaan Energi di Realitas Baru". Ada 14 wilayah kerja yang akan dilelang, terdiri dari 11 blok migas konvensional dan tiga blok migas nonkonvensional.
Selain lelang blok migas, kata Djoko, dalam acara ini pemerintah juga akan mengumumkan beberapa hal terkait insentif yang sudah disiapkan untuk industri hulu migas. Insentif yang akan diberikan berupa fasilitas perpajakan dan pemberian investment credit (IC). IC merupakan hak untuk meminta penggantian dari pemerintah dengan besaran tertentu, atas investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi.
Namun, dia belum mau memberitahu bagaimana insentif ini akan diberikan. "Apakah kami berikan insentif tersebut untuk kontrak baru dan lama, itu nanti saja," ujarnya.
Pemerintah juga berupaya mengubah skema bagi hasil pada kontrak migas yang sudah berjalan. Ke depan, persentase bagi hasil tidak terbatas menggunakan sistem kontrak bagi hasil, tapi juga Dynamic Split/Sliding Scale Revenue Over Cost (R/C). Rencananya pemerintah akan menerapkan skema ini pada Blok Mahakam pada 2018. (Baca: Pakai Sistem Baru, Kontrak Blok Mahakam dan Blok ONWJ Diteken)
Menurut Djoko, dengan skema bagi hasil dynamic split, pemerintah ikut berbagi keuntungan dan beban dengan kontraktor. Misalnya menyesuaikan kondisi harga minyak dunia rendah. Dalam skema ini porsi negara memang berkurang saat harga minyak sedang rendah. Namun, jika harganya sudah kembali naik, porsi pemerintah juga akan menjadi lebih besar.