BI Dorong BUMN Terbitkan Obligasi Penampung Dana Repatriasi

Desy Setyowati
25 Mei 2016, 14:36
Agus Martowardodjo
Donang Wahyu|KATADATA
Agus Martowardojo

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerbitkan oligasi atau surat utang untuk memperdalam pasar keuangan. Langkah tersebut sebagai antisipasi banjir dana dari luar negeri ketika kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty diterapkan.

Melalui skema repatriasi, pemerintah menghitung akan ada dana asing yang masuk sekitar Rp 160 triliun dari penerapan tax amnesty tersebut. “Kalau Indonesia tidak punya instrumen, tidak cukup menampung dana repatriasi,” kata Agus saat menyampaikan sambutan dalam acara penandatanganan hedging delapan korporasi di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.

Kendati Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak masih dibahas Dewan Perwakilan Rakyat, Agus mengingatkan memperdalam pasar keuangan tetap penting. Satu di antaranya dengan memperbanyak instrumen investasi. (Baca juga: Amankan Tax Amnesty, Menteri Keuangan Rombak Pejabat Pajak).

Saat ini penerbitan obligasi swasta baru mencapai 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi tersebut jauh lebih rendah dibanding Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang masing-masing sudah mencapai 41 persen, 17 persen, dan 76 persen terhadap PDB.

Agus melihat BUMN memiliki peluang besar menerbitkan surat utang. Apalagi kebutuhan pendanaan dalam membangun infrastruktur selama lima tahun lebih dari Rp 5 ribu triliun. Untuk memenuhi pendanaannya, 72 persen pembiayaan berasal dari perbankan. Semestinya, BUMN atau korporasi swasta dapat menjadi menerbitkan surat utang atau melantai di bursa saham, sehingga pembiayaan tak hanya bertumpu pada perbankan.

“Perlu banyak korporasi terbitkan bond atau go public agar pasar modal lebih aktif. Dan kami akan meyakinkan investor untuk membeli produk di pasar modal dan pasar uang,” ujar Agus. (Lihat pula: Panama Papers dan Perburuan Dana Gelap ke Penjuru Dunia).

Menurut mantan Menteri Keuangan itu, obligasi perusahaan pelat merah layak dikoleksi. Apalagi jika lembaga pemeringkat dunia Standard and Poor’s (S&P) menaikan ranking Indonesia menjadi investment grade atau layak investasi -melengkapi dua pemeringkat internasional sebelumnya, yakni Fitch Rating dan Moody’s. BUMN dan korporasi swasta mesti jeli memanfaatkan momen tersebut.

Rating dan instrumen investasi saling berkaitan. Jika S&P memberi rating baik, Indonesia di mata dunia pun akan membaik. Dampaknya, investasi portfolio yang masuk ke Indonesia bisa meningkat. Namun bila instrumen dan regulasinya tidak ada, kata Agus, akan menjadi hambatan serius.

Karenanya, dengan pendalaman pasar keuangan dan perbaikan infrastruktur, Agus berharap pembiayaan melalui pasar modal meningkat dari 49 persen terhadap PDB menjadi 78 persen pada 2030. Penerbitan obligasi juga diharapkan melejit dari 2,2 menjadi 17 persen.

Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga menyiapkan tiga bank Badan Usaha Milik Negara keuangan sebagai manajer investasi pengelola dana repatriasi. Ketiga bank pelat merah itu yakni Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia. (Baca: Tiga Bank Akan Kelola Dana Repatriasi Tax Amnesty).

Menurut Bambang, sebenarnya pemerintah menyiapkan lima perusahaan yang akan menjadi pengelola dana repatriasi tersebut. Sayang, dia masih enggan membeberkan dua institusi keuangan lainnya. “Kami sedang siapkan. Mereka pasti ikut,” kata Bambang usai acara “2nd Annual Indonesia Infrastructure Finance Conference” di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selesai, 24 Mei 2016.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...