Pembangkit Nuklir, Dirut PLN: Itu Urusan Politik, Tapi Saya Tertarik
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir membangunkan kembali rencana pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Selain menjadi energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik, pengembangan energi nuklir juga tidak membutuhkan biaya begitu besar.
Bila mencari rujukan, kata mantan Direktur Utama Bank rakyat Indonesia ini, energi nuklir telah hidup di Eropa 60 tahun yang lalu. Investasi yang murah meenyebabkan industri tersebut di sana berkembang dan berjaya sampai saat ini. (Baca: Jadi Opsi Terakhir, Pengembangan Energi Nuklir Tunggu 2025).
Namun wacana pengembangan energi nuklir memang belum masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2025. Begitu pula dalam revisi peta jalan penyediaan listrik nasional tersebut yang masih dibahas bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Salah satu hambatannya adalah tarik-menarik kepentingan di tatanan pemangku kebijakan.
Karena itu, sebenarnya PLN bukan tidak ingin mengembangkan PLTN. Namun, keputusan tersebut ada di pemerintah. Hanya, Sofyan menekankan, jika nuklir tidak segera dikembangkan, akan berakibat pada mahalnya harga listrik untuk industri.
Nuklir sih belum masuk RUPTL. Itu kan urusan politik ya. Tapi saya tertarik, kok,” kata Sofyan saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Apalagi, sampai saat ini sudah ada 23 investor yang datang dan ingin mengembangkan PLTN. Namun keinginan tersebut belum bisa diakomodasi. “Amerika ada, Cina ada, Rusia ada. Hampir semua negara menawarkan. Perancis kan rajanya nuklir. Seluruh listrik Eropa kan dari Perancis,” ujarnya. (Baca: Penetapan Cetak Biru Energi Nasional Terganjal Isu Nuklir).
Bila ditilik ke belakang, Rosatom, misalnya, sempat menyatakan berminat membangun PLTN di Indonesia. Perusahaan energi milik pemerintah Rusia itu beberapa kali mengunjungi BP Batam menawari kerja sama pembangunan PLTN.
Rencana tersebut sudah memasuki tahap survei tempat di beberapa pulau di sekitar Batam. Dalam studi tersebut, BP Batam menggandeng Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Tak hanya itu, BP Batam juga sudah menyelesaikan prafeasibility study. Harapannya, begitu studi awal selesai, kedua badan ini bisa segera melakukan sosialisasi.
Sebelumnya, Menteri Energi Sudirman Said mengatakan Rencana Umum Energi Nasional yang disusun pemerintah masih mengakomodasi energi nuklir. Namun pembangkit tersebut tidak menjadi prioritas. Dalam cetak biru energi nasional tersebut, pemerintah akan mendahulukan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dibandingkan energi nuklir.
Pemerintah harus mengejar target penggunaan EBT sebesar 23 persen dari total penggunaan energi Indonesia pada 2025. Target tersebut akan terus dievaluasi. Jika sampai 2025 penggunaan energi terbarukan masih tidak bisa memenuhi kebutuhan energi nasional, pemerintah segera menyiapkan peta jalan pengembangan nuklir. “Nuklir dalam payung kebijakan energi nasional, tapi menjadi opsi terakhir,” kata Sudirman pertengahan Maret lalu.
Pemanfaatan nuklir sebagai energi alternatif memang masih menjadi polemik. Meski demikian, dan menjadi pilihan terakhir, pemerintah mendukung pengembangan teknologi sumber ini. Untuk itu perlu kajian yang matang.
Seperti yang dikatakan Sofyan, pembangunan reaktor nuklir tidak semahal pengembangan energi terbarukan lainnya. Tenaga yang dihasilkan pun dianggap lebih stabil serta lebih bersih dan ramah lingkungan karena menggunakan uranium dibandingkan penggunaan bahan bakar berbasis fosil. (Baca: Pembangunan Pembangkit Nuklir Merupakan Amanat Undang-Undang).
Penggunaan energi berbasis tenaga atom sejauh ini telah mengurangi emisi karbon dunia pada kisaran 2,5 miliar ton dari total emisi dunia sekitar 50 miliar ton per tahun. Sedangkan reaktor nuklir telah memenuhi 12 persen kebutuhan tenaga listrik global.