Pemerintah Uji Coba Penjualan Elpiji 3 Kg Tanpa Uang Tunai
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melakukan sistem penjualan Elpiji tertutup mulai bulan depan. Uji coba ini akan dilakukan mulai bulan depan di Kota Tarakan, Kalimantan Timur.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan sistem penjualan ini pembayarannya tidak menggunakan uang tunai melainkan elektronik. Pemerintah akan bekerjasama dengan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk menjalankan sistem ini.
Nantinya di setiap pangkalan resmi Elpiji bersubsidi akan disediakan alat untuk mengisi ulang uang elektronik (top up). "Kalau masyarakat membawa uang cash (tunai), maka bisa di-top up di sana," ujarnya di sela-sela Halalbihalal dengan Direksi Pertamina, di Jakarta, Selasa (12/7).
Uji coba di Kota Tarakan ini dilakukan selama tiga bulan. Jika berhasil, sistem ini akan dilakukan secara paralel di beberapa kota lainnya. Wirat mengatakan kota berikutnya setelah Tarakan adalah Bangka dan salah satu kota di Jawa Tengah. (Baca: Pemerintah Batal Kurangi Dana Subsidi Elpiji)
Sistem penjualan Elpiji 3 kilogram (kg) secara tertutup ini dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi tersebut. Pemerintah menyadari bahwa selama ini pemberian subsidi Elpiji banyak yang tidak tepat sasaran.
Wiratmaja sempat mencontohkan kasus yang pernah terjadi di Batam. Beberapa restoran di wilayah tersebut menggunakan Elpiji 3 kg untuk usahanya. Bahkan ada restoran yang menghabiskan 30 tabung Elpiji bersubsidi setiap harinya.
Meski ada penyelewangan, pemerintah belum berencana menghapus subsidi Elpiji dalam waktu dekat. Upaya yang dilakukan hanya untuk menghemat subsidi, salah satunya dengan menggunakan sistem penjualan tertutup. (Baca: Pencabutan Subsidi Elpiji Tunggu Restu DPR)
Selain itu, pemerintah juga akan mengalihkan penggunakan Elpiji ke gas alam, dengan membangun jaringan gas perkotaan. Dengan infrastruktur ini, masyarakat bisa mendapatkan gas dengan harga murah tanpa perlu disubsidi pemerintah.
Kementerian ESDM mencatat konsumsi Elpiji 3 Kg terus meningkat tiap tahunnya. Sejak Tahun 2007 hingga 2015 tercatat gas hasil olahan minyak bumi ini mencapai 27,1 juta metrik ton. Tahun lalu volume konsumsinya mencapai 5,56 juta metrik ton.
Sebenarnya penerapan subsidi elpiji 3 Kg yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi penggunaan Minyak Tanah (kerosene). Program konversi Minyak Tanah ke Elpiji telah berhasil menghemat pengeluaran negara untuk membayar subsidi. Sejak 2009 hingga tahun lalu, jumlah penghematannya mencapai Rp 189 triliun.
Masalahnya sekitar 40 persen kebutuhan Elpiji nasional saat ini harus diimpor, mengingat keterbatasan kapasitas kilang yang ada di dalam negeri. Produksi dari fasilitas Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Kilang Cilacap sebesar 1.066 ton per hari. Sementara kilang Mundu bisa memproduksi 100 ton per hari, dan Kilang TPPI Tuban 408 ton per hari. (Baca: Akhir Tahun, ConocoPhillips Setop Produksi Elpiji)
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro pernah mengatakan harga Elpiji bersubsidi yang dijual di Indonesia, cukup murah. Lebih rendah dibandingkan tiga negara lain di Asia. Harga di Indonesia hanya Rp 4.250 per kg. Sedangkan di India, Thailand, dan Malaysia yang harganya di atas Rp 5.000 per kg.
Bukan hanya yang bersubsidi, Pertamina juga mengklaim harga Elpiji nonsubsidi di Indonesia lebih murah dari China, Korea Selatan, Jepang, dan Filipina. Harga LPG nonsubsidi baik yang berkapasitas 5,5 kg dan 12 kg berkisar antara Rp 7.400 – Rp 10.000 per kg.
Sementara harga di empat negara tersebut berkisar Rp 12.000 – Rp 24.000 per kg. Dari data World LP Gas Association (WLPGA) yang dikutip Wianda, Filipina ternyata memimpin harga LPG nonsubsidi paling mahal dari negara-negara yang lain. (Baca: Pertamina Klaim Harga LPG Subsidi Paling Murah di Asia)