Pemerintah Bahas Masalah Divestasi Saham Freeport Pekan Depan
Pemerintah akan membahas kepastian rencana pembelian saham divestasi PT Freeport Indonesia pada pekan depan. Pembahasan itu bakal melibatkan lintas kementerian untuk menyelesaikan persoalan kesepakatan harga penawaran saham perusahaan tambang emas dan tembaga di Papua tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah tengah mengidentifikasi sejumlah masalah investasi di sektor energi dan pertambangan. Salah satunya adalah investasi Freeport. "Orang juga menunggu bagaimana kelanjutan (kontrak) Freeport," katanya seusai rapat koordinasi tentang investasi di sektor energi dan pertambangan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (20/7).
Menurut Sudirman, sulit mengharapkan Freeport mau berinvestasi tanpa kepastian nasib kontraknya. Karena itu, pemerintah akan membahasnya untuk mencarikan jalan keluar. Selanjutnya, hasilnya akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
(Baca: Freeport Minta Kepastian Kontrak, Pembangunan Smelter Molor)
Seperti diketahui, kontrak Freeport di tanah Papua akan berakhir 2021. Proses perpanjangan kontrak belum bisa dilakukan karena masih terganjal aturan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, proses renegosiasi perpanjangan kontrak pertambangan hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir. Artinya, perpanjangan kontrak Freeport baru bisa dibahas dan diajukan pada 2019.
Ketidakpastian nasib kontrak tersebut membuat rencana Freeport membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur, tertunda. Padahal, semula pemerintah menargetkan proses pembangunan smleter bisa dimulai medio tahun ini. Dengan begitu, smelter dengan investasi senilai US$ 2,3 miliar itu bis arampung tahun depan.
Selain itu, pemerintah akan membahas kepastian rencana pembelian saham divestasi Freeport. Menurut Sudirman, rencana itu masih menghadapi kendala perhitungan harga penawaran saham divestasi tersebut. Pemerintah dan Freeport memiliki metode perhitungan yang berbeda.
(Baca: Menteri Rini: Harga Saham Freeport Mengacu Hitungan Menteri ESDM)
Di satu sisi, ada yang menghitung berdasarkan jangka waktu kontrak hingga 2021. Namun, di pihak lain, ada yang menghitung berdasarkan peluang perpanjangan kontrak Freeport hingga 2041. "Tentu nilai (saham yang ditawarkan) menjadi berbeda," katanya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengakui bahwa pembelian saham Freeport akan mengacu pada perhitungan harga dari Kementerian ESDM. Perhitungan harga versi pemerintah ini merupakan tawaran yang akan diajukan kepada Freeport dalam proses negosiasi. Sebab, pemerintah menilai harga yang diajukan Freeport untuk divestasi 10,64 persen sahamnya senilai US$ 1,7 miliar pada Januari lalu, terlalu mahal.
Di sisi lain, Kementerian BUMN belum bisa melakukan negosiasi pembelian saham tersebut dengan Freeport. Penyebabnya, pemerintah belum memutuskan dan memberi penugasan kepada Kementerian BUMN untuk membeli saham tersebut.
(Baca: Perpanjangan Kontrak Freeport, Jokowi Minta 5 Syarat)
Menurut Sudirman, rapat koordinasi dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution itu belum mengambil keputusan apapuan. Sebab, keputusannya harus melibatkan kementerian lain, yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Kita lihat nanti, minggu depan masih akan dibahas," ujarnya.