Menteri ESDM Sebut Tiga Faktor Proyek Strategis Bisa Jalan
Pemerintah tengah berupaya membuat dan menyelesaikan proyek-proyek strategis nasional di berbagai bidang, termasuk minyak dan gas bumi (migas). Namun, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada beberapa faktor atau kendala yang harus diperhatikan agar proyek strategis itu dapat berjalan tepat waktu.
Pertama, pembangunan proyek strategis dapat berjalan baik jika tidak dibawa ke ranah politik. Artinya, proyek-proyek tersebut harus dikerjakan oleh orang yang berkompeten. "Kalau kita mau proyek-proyek strategis selesai tepat waktu maka jangan bicara dengan orang yang tidak kompeten," ujar Sudirman dalam acara pemaparan kinerja semeter I-2016 sektor migas di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/7).
Kedua, proyek itu dikerjakan oleh orang atau pihak yang memiliki otoritas. Dengan begitu, proyek tersebut lebih mudah untuk dijalankan. Ketiga, perhitungan nilai proyeknya harus cocok dan spesifik.
(Baca: 139 Proyek Strategis Belum Jalan, Jokowi Panggil Para Menteri)
Sudirman mencontohkan, salah satu proyek strategis yang berhasil diputuskannya adalah pembangunan fasilitas pengolahan gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) Train III Tangguh di Papua Barat. Menurut dia, proyek tersebut mencerminkan kinerja pemerintah yang melaksanakan keputusan penting dengan tepat waktu.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah menyetujui keputusan final investasi (Final Investment Decision /FID) proyek Train III Tangguh pada 1 Juli lalu. Dengan begitu, pembangunan proyek sneilai US$ 8 miliar ini dapat segera dilakukan.
Jika tidak ada halangan, proyek ini ditargetkan bakal beroperasi 2020. Dengan begitu, proyek ini diproyeksikan menambah kapasitas produksi sebesar 3,8 juta ton per tahun (mtpa) menjadi 11,4 mtpa.
(Baca: Menteri Sudirman Sulit Restui Perpanjangan Masela Lebih 20 Tahun)
Di Indonesia, Proyek Train III Tangguh merupakan salah satu dari empat megaproyek migas yang menyumbang investasi besar. Tiga megaproyek lainnya adalah Proyek Masela di Laut Arafura, Jangkrik IDD di Kalimantan Timur, dan IDD Chevron di Selat Makassar.
Selain Tangguh, cuma Proyek IDD Jangkrik yang masih berjalan lancar. Lapangan migas yang dioperatori ENI tersebut ditargetkan akan mulai berproduksi tahun depan. Sedangkan Proyek Masela dan IDD Chevron sampai kini belum masih tersendat-sendat.
Pada April lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan bloka kaya gas itu menggunakan skema kilang di darat (onshore). Ini berbeda dengan rencana awal Inpex Corporation sebagai operator blok itu, yakni skema pengolahan terapung di laut (offshore).
Keputusan itu setelah melalui peredebatan panjang di internal pemerintah selama berbulan-bulan. Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mempersoalkan rencana pengembangan Masela secara offshore. Alasannya, tidak mendatangkan manfaat maksimal bagi masyarakat Maluku. Sedangkan Inpex dan Kementerian ESDM menilai, skema offshore lebih efisin dari segi investasi dan waktu.
(Baca: Proses Izin Enam Proyek Migas Strategis Bisa Lebih Cepat)
Lantaran keputusan Presiden itu, Inpex harus merevisi kembali proposal rencana pengembangan Blok Masela. Namun, hingga kini Inpex belum mengajukan proposal karena masih menanti kepastian insentif dari pemerintah. Alasannya, tanpa insentif tersebut maka pengembangan Blok Masela dengan skema darat tidak akan ekonomis.
Akibatnya, rencana pengembangan Blok Masela mundur dari jadwal semula. Proposal rencana pengembangan kemungkinan baru diajukan setelah tahun 2019. Sedangkan keputusan final investasi sebagai penanda dimulainya pembangunan proyek diperkirakan mundur ke tahun 2025.