Sangkal Kartel, Yamaha: Skutik Mahal karena Aneka Pajak dan Biaya

Miftah Ardhian
27 Juli 2016, 08:00
motor
Arief Kamaludin | Katadata

Dua produsen motor papan atas, yaitu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM), menyangkal telah menjalankan praktik kartel dalam penjualan motor matic atau skuter matik (skutik) di seluruh Indonesia. Dengan menyodorkan berbagai indikasi dan bukti, keduanya pun membantah telah bersekongkol melakukan kecurangan tersebut.

Executive Vice President Yamaha Indonesia Dionisius Bety mengatakan, tuduhan adanya kartel dalam penjualan skutik ini tidak dapat dibuktikan. Ada beberapa alasan yang mendasari pernyataan tersebut.

Pertama, biaya promosi yang dikeluarkan Yamaha selama ini sangat tinggi. Padahal, jika memang melakukan kartel, tidak perlu melakukan promosi besar-besaran.

Kedua, adanya perang produk yang berlangsung sengit antara Yamaha maupun Honda. Bahkan, perang itu hingga menjurus pada aksi kampanye hitam (black campaign) yang saling serang di antara mereka.

Ketiga, pemberian diskon besar-besaran, seperti tawaran uang muka atau down payment (DP) yang sangat rendah. Kalau melakukan praktik kartel, seharusnya Yamaha tidak perlu melakukan cara tersebut.

(Baca: Diduga Kartel Skutik, Yamaha dan Honda Terancam Denda Rp 25 Miliar)

Terkait tuduhan monopoli yang dilakukan Yamaha dan Honda dalam segmen motor skutik, Dion menjelaskan, segmen ini membutuhkan dana sangat besar. Dana itu untuk anggaran promosi dan pengembangan teknologinya. Alhasil, tidak semua merek motor mampu bersaing di segmen skutik.

Di sisi lain, Dion menilai, investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah membuat kesalahan fatal dalam penyelidikan kasus ini. Dalam tuduhannya, KPPU menyatakan keuntungan Yamaha naik hingga 47,4 persen akibat praktek kartel tersebut. Padahal, dalam laporan keuangan yang dijadikan bahan penyelidikan, seharusnya keuntungan Yamaha hanya naik 7,4 persen.

Selain itu, dia mempertanyakan penggunaan surat elektronik (e-mail) sebagai alat bukti penyelidikan. Sebab, setiap hari dia mendapat e-mail dari berbagai kalangan. E-mail yang digunakan pun merupakan e-mail internal petinggi, bukan e-mail resmi dari perusahaan. Jadi, Dion menilai, e-mail tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti. 

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...