Pasar Melemah, Harga Minyak Anjlok Lagi di Bawah US$ 40
Rezim harga minyak rendah ternyata belum berakhir. Pada perdagangan Senin (1/8) kemarin, harga minyak mentah anjlok 4 persen dari akhir pekan lalu menjadi US$ 39,86 per barel. Ini merupakan level terendah harga minyak dalam empat bulan terakhir.
Anjloknya harga minyak tersebut juga menghentikan optimisme terhadap tren kenaikan harga minyak ke depan setelah sempat menembus level US$ 50 per barel. Kini, harga minyak telah terpuruk lebih dari 22 persen dari posisi US$ 51 per barel pada awal Juni lalu.
“Harga minyak mentah merosot awal pekan ini karena pasar yang melemah,” kata Direktur Riset Komoditas ClipperData, Matt Smith, seperti dilansir CNN. (Baca: Harga Minyak Indonesia Akan Mengacu Brent)
Kondisi ini di luar perkiraan sebelumnya, yakni optimisme bahwa harga minyak mentah akan pulih hingga di atas US$ 60 per barel. Optimisme itu tumbuh setelah harga minyak terus melorot mulai akhir 2014 atau hanya beberapa bulan sejak mencapai posisi puncaknya sebesar US$ 107 per barel.
Saat ini, penjualan minyak dipengaruhi oleh membanjirnya pasokan. Persediaan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin mencapai jumlah tertingginya. Meskipun sekarang memasuki musim panas yang mendorong lebih banyak penggunaan kendaraan untuk bepergian. Alhasil, akan semakin memperbanyak cadangan minyak mentah.
(Baca: Mendapat Tekanan, Target Harga Minyak dan Lifting 2017 Turun)
Kondisi ini kian diperparah dengan peningkatan aktivitas pengeboran oleh perusahaan-perusahaan minyak di Amerika Serikat (AS). Rig milik Baker Hughes meningkatkan kegiatannya selama lima pekan berturut-turut.
Hal ini menunjukkan perusahaan pengeboran di sana semakin berani melakukan lebih banyak lagi pengeboran. Jumlah tersebut belum termasuk ribuan sumur yang sudah mengalami pengeboran, tapi belum selesai dikerjakan.
Arab Saudi sebagai penghasil minyak terbesar negara-negara anggota OPEC telah menangkas harga jualnya di Asia karena melimpahnya pasokan selama hampir satu tahun. Hal ini bisa menjadi sinyal negatif untuk kenaikan permintaan di Asia, terutama Cina.
(Baca: Bulan Depan, Pemerintah Pakai Formula Baru Harga Minyak)
Sebelumnya, harga minyak sempat menyentuh titik terendah US$ 26 per barel pada pertengahan Februari lalu sehingga menyebabkan kepanikan global. Meski demikian, Kepala Peneliti Minyak Dunia dari Societe Generale, Michael Wittner, memprediksi harga minyak hanya akan turun hingga kisaran US$ 30 dan tidak akan lebih rendah. “Penurunan harga ini ada batasnya."
Analis energi senior dari Bloomberg Intelligence, Vincent Piazza pun mengatakan, semestinya peningkatan hasil produksi ini nantinya akan menekan harga minyak.