Sulit Bangun Pabrik, Industri Otomotif Minta Pajak Sedan Dipotong

Ameidyo Daud Nasution
16 Agustus 2016, 11:11
Buruh pabrik Toyota
Donang Wahyu|KATADATA
Pekerja melakukan pemeriksaan akhir pada kendaraan sedan All New Vios di pabrik Toyota Karawang 2, Kawasan Industri Karawang International Industrial City, Karawang, Jawa Barat.

Kalangan industri otomotif meminta pemerintah untuk mengurangi Pajak Penambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) kendaraan jenis sedan. Hal ini dianggap perlu agar Indonesia dapat mengalahkan Thailand sebagai eksportir terbesar sedan di Asia Tenggara.

Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan saat ini pemerintah mengenakan tarif PPnBM sebesar 30 persen untuk mobil sedan. Sedangkan jenis lainnya, seperti Multi Purpose Vehicle (MPV) dan Sport Utility Vehicle (SUV) hanya dikenakan tarif 10 persen.

Dia merasa tarif yang terlalu tinggi akan berpengaruh pada minat masyarakat membeli sedan. Hal ini membuat Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) sulit mendapat restu dari principal mereka untuk membangun pabrik sedan di Indonesia.

"Syaratnya cuma memperbesar pasar, dapat principal untuk bangun pabrik (sedan), baru kami bisa ekspor," kata Jongki kepada Katadata, akhir pekan lalu. (Baca: Pelaku Usaha Optimistis Pertumbuhan Industri 2016 Lebih Baik)

Menurutnya saat ini sedan menguasai pasar mobil dunia. Ini menjadi peluang besar bagi Indonesia memperoduksi sedan dan mengekspornya. Masalahnya dengan tarif pajak yang terlalu tinggi, Indonesia akan sulit memanfaatkan potensi ini.

Mengenai usulan ini Gaikindo akan membuat kajian bersama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia. Hasil kajian ini akan dijadikan usulan kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Nantinya Kemenperin akan menjadikan hasil kajian sebagai bahan masukan kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu," katanya.

Pemerintah mengaku usulan industri untuk mengurangi tarif PPnBM Sedan dari 30 persen menjadi 10 persen sulit dilakukan. Alasannya saat ini penerimaan negara masih rendah, sementara pemerintah sedang berupaya meningkatkan penerimaan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur.

"Saya kira sulit dan tidak mungkin dalam waktu dekat ini," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan kepada Katadata akhir pekan lalu. (Baca: Pajak Bisa Meleset 19 Persen, Anggaran Terancam Dipangkas Lagi)

Putu mengatakan saat ini industri otomotif telah mendapatkan insentif seperti pengurangan pajak penghasilan atau tax allowance, serta Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor barang modal. Menurut Putu, insentif fiskal ini sudah cukuo membuat iklim investasi otomotif di Indonesia mampu bersaing dengan negara lain seperti Thailand.

Perbedaan mendasar investasi di Thailand lebih menarik, adalah karena infrastruktur industri di negara tersebut dianggap lebih mendukung ketimbang Indonesia. Salah satu contohnya adalah ketersediaan pasokan energi seperti listrik, gas, serta bahan bakar lainnya.

"Selain itu (standar bahan bakar minyak) Thailand sudah masuk EURO 4, kita masih EURO 2," katanya.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto juga menjelaskan hal sama dengan Putu. Usulan Gaikindo akan berdampak pada rendahnya penerimaan.

Menurut Goro apabila pengurangan pajak untuk mobil sedan ini dipaksakan maka harus dipastikan ada sumber penerimaan lain yang dapat menutupinya. "Tapi secara hitungan agak sulit (dilakukan) sekarang," kata Goro kepada Katadata. (Baca: Jokowi Akan Turunkan Tarif Pajak Penghasilan)

Editor: Yura Syahrul

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...