Jokowi Akan Hapus Semua Aturan Menteri yang Menghambat Investasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan menghapus semua aturan menteri yang dianggap bisa menghambat perizinan usaha. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki sistem perizinan usaha demi menarik minat investor menanamkan modalnya di Indonesia.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan hal ini usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (23/8). Dalam rapat tersebut Jokowi sempat menyinggung banyaknya aturan di tingkat menteri yang selama ini menghambat dan menambah panjang birokrasi perizinan usaha.
Jokowi pun memintanya untuk membuat daftar peraturan menteri mana saja yang bisa menghambat proses perizinan. Aturan-aturan ini perlu segera diperbaiki dan disederhanakan. Sama seperti yang pernah dilakukan pemerintah menghapus ribuan peraturan daerah yang bermasalah beberapa waktu lalu.
“Kalau memang ini dianggap overlapping, tumpang tindih, menghambat, dan menambah rantai perizinan semakin panjang. Presiden menginstruksikan untuk dicabut,” kata Pramono usai rapat tersebut. (Baca: Hasil Evaluasi, Paket Kebijakan Belum Menggairahkan Investasi)
Presiden juga memerintahkan setiap menteri atau pimpinan lembaga tidak asal mengeluarkan peraturan, khususnya yang terkait perizinan usaha. Nantinya setiap Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Surat Edaran Menteri (SE) yang akan dikeluarkan, harus dikoordinasikan terlebih dahulu. Minimal harus disepakati dan disetujui dalam rapat di tingkat Kementerian Koordinator.
Selain memperbaiki aturan, Jokowi memerintahkan Pramono, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman untuk mengumpulkan semua formulir perizinan investasi. Formulir-formulir ini juga dianggap menjadi awal keruwetan perizinan investasi di dalam negeri.
“Sebenarnya bisa dibuat simpel, tapi menjadi panjang karena begitu kompleksnya perizinan,” kata Pramono. (Baca: Ribuan Aturan Bermasalah, Jokowi: Menteri Jangan Asal Teken)
Pramono menceritakan suasana rapat tersebut, di mana Wakil Presiden mencontohkan masalah perizinan investasi ini seperti persyaratan nikah di Indonesia. Setiap pengantin harus menandatangani dokumen sebanyak lima kali. Setelah dipelajari formulirnya memang sangat kompleks.
Sama halnya dengan formulir perizinan di Indonesia yang tebal dan rumit. Formulir yang harus diisi investor merupakan implementasi dari banyaknya aturan yang ada. Padahal aturan tersebut belum tentu ada manfaatnya dan bahkan menghambat proses perizinan usaha.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan selama ini investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia harus dihadapkan pada formulir perizinan yang tebal dan aturan yang rumit. Hal ini dianggap dapat menurunkan minat investor berinvestasi. Sementara Indonesia butuh investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Tadi presiden juga meminta, coba Pak Tom kumpulkan contoh-contoh formulir perizinan di negara lain,” kata Tom Lembong.
Salah satu negara yang sempat disinggung adalah Dubai. Jokowi ingin melihat seberapa tebal formulir perizinan di negara tersebut dan sesederhana apa peraturannya. Dari situ, Indonesia bisa belajar dan mengadopsi sistem perizinan di negara lain agar menjadi lebih baik.
Harapannya dengan perbaikan izin ini daya saing Indonesia bisa meningkat dan investor lebih tertarik lagi berinvestasi di Tanah Air. Karena jika tidak, maka investor akan lebih memilih berinvestasi di negara lain ketimbang Indonesia. (Baca: Kepala BKPM Minta Semua Kementerian Terbuka Terhadap Investasi)
Menurut Tom, ancaman saingan Indonesia di ASEAN adalah Vietnam. Saat ini ekspor nonmigas Vietnam sudah melebihi ekspor nonmigas Indonesia. Padahal ekonomi Vietnam hanya sepertiga ekonomi Indonesia.
“Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menceritakan begitu sederhananya rezim peraturan di Vietnam, sangat terbuka, formulirnya juga tipis,” ujarnya.