Pembentukan Superholding BUMN, DPR: Ada Syaratnya
Wacana pembentukan induk usaha super atau superholding yang menaungi semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan terhambat. Anggota Komisi VI yang mengawasi BUMN, sepertinya akan menolak rencana tersebut dan mengusulkan sejumlah persyaratan jika pemerintah ingin merealisaikannya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Dodi Reza Alex Noerdin mengakui wacana pembentukan superholding ini wacana yang baik. Namun, harus bisa memberikan nilai tambah dan membuat BUMN yang ada dapat melakukan aksi korporasi dengan cepat.
"Tujuannya memang bagus. Tapi, syarat dan kondisi untuk mencapai tujuan tersebut harus kita tetapkan terlebih dahulu. Temasek di Singapura dan Khasanah di Malaysia, itu menjadi salah satu benchmarking kita," ujar Dodi usai rapat holding BUMN di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (24/8).
(Baca: Pembentukan Superholding Masih Menanti Revisi UU BUMN)
Dia pun mengusulkan syarat yang harus dipenuhi untuk merealisasikan rencana ini. BUMN yang tergabung dalam holding-holding di bawahnya harus mempu bersaing secara global terlebih dahulu. Salah satu tolok ukurnya, paling tidak enam holding BUMN yang telah direncanakan pemerintah, masuk dalam kategori 500 perusahaan dengan pendapatan besar, versi majalah Fotune (Fortune 500).
Berkaca dari holding BUMN yang sudah ada saat ini, kata Dodi, ternyata belum juga bisa bersaing di kancah global. Holding BUMN yang dimaksud adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
Untuk itu dia menilai Kementerian BUMN harus terlebih dahulu menciptakan BUMN-BUMN yang ada agar bisa lebih efektif, efisien, transparan, dan bisa menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Kementerian BUMN harus betul-betul bisa mensukseskan pembentukan holding yang ada sebelum membentuk superholding.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno mengatakan secara tegas menolak pembentukan superholding dengan menghapuskan Kementerian BUMN. Menurutnya, rencana ini merupakan aksi yang 'kebablasan'. Karena, pembentukan superholding ini dikhawatirkan akan menghilangkan kendali negara terhadap BUMN.
(Baca: Sri Mulyani: Rencana Holding BUMN Butuh Dukungan DPR)
"Jangan sampai kemudian superholding ini menjadi alat liberalisasi BUMN kita. Memudahkan aset-aset kita dijual dan kendali negara terhadap BUMN menjadi hilang," kata Teguh saat dihubungi Katadata beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan pihaknya saat ini sedang fokus merampungkan pembentukan enam holding BUMN berdasarkan sektornya. Keenam sektor ini adalah minyak dan gas bumi (migas), keuangan, infrastruktur, pertambangan, pangan dan perumahan.
Rencananya setelah holding-holding BUMN terbentuk, Kementerian BUMN akan mempersiapkan diri dengan bertransformasi superholding. Artinya kementerian ini akan dihapus. Induk usaha super inilah yang akan membina sejumlah holding BUMN tersebut.
Dia menargetkan Kementerian BUMN sudah tidak ada lagi dan menjelma jadi superholding sebelum akhir 2019. "Saya menteri satu-satunya yang menargetkan menghilangkan kementerian," kata Rini dalam acara buka puasa bersama sejumlah direktur utama BUMN dan media massa di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Rabu malam (22/6).
Dukungan DPR sangat diperlukan terkait rencana pembentukan superholding untuk menggantikan Kementerian BUMN. Untuk merealisasikan rencana ini, Undang-Undang BUMN harus direvisi terlebih dahulu. Saat ini DPR memang sedang membahas revisi UU tersebut.