Sri Mulyani: Belum Ada Ambisi Reformasi Seperti Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan terkesan dengan reformasi struktural di bidang ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah. Menurut mantan Managing Director Bank Dunia itu, belum ada negara lain yang seambisius Indonesia dalam soal serupa.
"Sejak saya masih di World Bank, jujur saya belum pernah lihat ambisi reformasi seperti ini di negara lain," kata Sri dalam seminar Challenges to Global Economy yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kamis, 22 September 2016. (Baca: Pemerintah Sinkronkan Ribuan Perda Perdagangan dan Investasi).
Ambisi pemerintah tersebut, kata Sri Mulyani, tampak dari penerbitan 13 paket kebijakan ekonomi. Dan bagusnya, kebijakan-kebijakan tersebut keluar pada saat kondisi ekonomi domestik terhitung normal, bukan saat krisis.
Semua langkah pembenahan tersebut, ditambah kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty membuktikan keseriusan pemerintah dalam menarik modal masuk dan membangun sektor riil. "Pemerintah serius untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah tempat untuk berbisnis," katanya.
Kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah dinilai penting. Lebih-lebih, hal itu dilakukan dalam kondisi banyak negara masih mengalami perlambatan ekonomi akibat mengandalkan komoditas yang harganya sedang jatuh. (Baca juga: Jokowi Akan Hapus Semua Aturan Menteri yang Menghambat Investasi).
Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan 13 paket kebijakan. Paket kebijakan ke-13 diluncurkan pada akhir Agustus lalu. Isinya tentang kemudahan perizinan pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Dengan ini, pemerintah memangkas waktu dalam memproses izin bangun rumah murah. Pengurusan izin yang tadinya memakan waktu sekitar 769 hingga 981 hari dipangkas menjadi hanya 44 hari saja. (Baca juga: Paket Kebijakan XIII, Biaya Perizinan Rumah Murah Dipangkas 70 Persen).
Ke depan, pemerintah berencana menerbitkan paket kebijakan tentang perdagangan online atau e-commerce. Kebijakan ini telah dibahas pemerintah sejak beberapa waktu lalu.
Dalam reformasi birokrasi tersebut, Presiden Joko Widodo bahkan pernah menyatakan sudah membatalkan lebih dari 3.000 peraturan daerah (perda). Hal ini dilakukan lantaran ribuan perda tersebut tidak kondusif bagi kemajuan perdagangan dan kemudahan usaha.
“Pemerintah telah mensinkronkan berbagai perda terkait perdagangan dan investasi,” kata Jokowi dalam pidato kenegaraannya di Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat, Selasa, 16 Agustus.
Sinkronisasi perda ini dilakukan untuk kepentingan nasional, termasuk daerah. Penyelarasan yang telah dilakukan pemerintah diharapkan bermanfaat bagi daerah dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. (Baca: Pemerintah Hapus 3.143 Perda Bermasalah).