BI Ramal Penyaluran Kredit Baru Membaik Tahun Depan
Sejak awal tahun ini, penyaluran kredit masih melempem. Hingga akhir Agustus lalu, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit cuma tumbuh 6,7 persen dibandingkan periode sama 2015. Bahkan, bila dihitung sejak awal tahun hanya tumbuh 2,8 persen. BI memperkirakan, kondisi ini akan teruis berlanjut hingga akhir tahun nanti.
Namun, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara melihat, rendahnya pertumbuhan kredit saat ini merupakan suatu siklus. Setelah harga komoditas jatuh, mata uang juga akan bergejolak. Hal ini diikuti dengan kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).
Ia mencatat, NPL perbankan hanya sebesar 1,4-1,5 persen pada 2012. Lalu, rasio NPL perlahan meningkat hingga mencapai sekitar tiga persen tahun ini. Siklus inilah yang turut memukul penyaluran kredit perbankan. (Baca: Penyaluran Kredit Agustus Makin Seret, Peredaran Uang Menyusut)
Jadi, Mirza optimistis, tren rendahnya penyaluran kredit akan segera berakhir. “Ini siklus. Situasi saat ini sudah lebih tenang, kurs lebih tenang, importir sudah bisa buat rencana. Sekarang orang sudah bisa impor dan ekspansi,” katanya saat acara seminar “Prospek Ekonomi Indonesia: Seberapa Jauh Dampak Paket Kebijakan” di Gedung BI, Jakarta, Kamis (6/10).
Meski begitu, dia mengakui, pertumbuhan kredit saat ini masih belum sesuai harapan. Ia pun memperkirakan, kredit baru akan kembali meningkat pada kuartal I tahun depan.
Sementara itu, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiatmadja mencatat, penyaluran kredit mulai meningkat pada Agustus lalu. “Agustus mulai sedikit naik, namun belum bisa menutup pengembalian pada bulan Juni dan Juli,” katanya.
Yang menarik, dalam kondisi seperti ini, kredit valas justru menurun dibandingkan kredit dalam rupiah. Begitupun dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). (Baca: Kredit Bermasalah Bank-Bank Besar di Atas Rata-Rata Industri)
Menurut Mirza, penyebabnya adalah aktivitas impor yang menurun sehingga debitur memilih utang berdenominasi rupiah. “Tapi ini memang siklus yang biasa terjadi. Kalau situasi ini aman terus, terkendali terus seharusnya kredit tumbuh lagi enam bulan mendatang. Itu siklus bisnis perbankan yang normal,” ujar dia.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menjelaskan, penurunan suku bunga dapat menopang laju penyaluran kredit. Suku bunga deposito sudah turun satu persen seiring dengan pelonggaran moneter yang dilakukan BI. Namun suku bunga kredit baru turun 0,52 persen.
Perhitungannya, bunga perbankan akan mengikuti 100 persen penurunan suku bunga acuan pada semester I-2017.“Biasanya nanti 1,5 tahun, dia (bunga bank) akan fully adjust sesuai penurunan suku bunga,” kata Juda. (Baca: Perbankan Sulit Turunkan Bunga Kredit Terkendala Likuiditas Ketat)
Meski suku bunga nantinya turun, dia tak yakin kredit akan tumbuh signifikan. Ada dua penyebabnya. Pertama, permohonan kredit yang rendah karena perusahaan enggan investasi mengingat permintaan masyarakat masih minim. Kedua, NPL yang meningkat sehingga bank berhati-hati menyalurkan kredit.
Yang menarik, korporasi lebih memilih meminjam dana ke Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Hingga Agustus lalu, pembiayaan nonbank mencapai Rp 128,3 triliun atau lebih tinggi 120 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 58 triliun. “Memang ada semacam proses pergeseran sumber pembiayaan dari bank—yang berhati-hati—ke instrumen keuangan nonbank,” ujar Juda.