Bank Indonesia Jaga Stabilitas Rupiah Jelang Pemilihan Amerika
Gejolak ekonomi global masih membayangi Indonesia. Keputusan bank sentral Amerika, The Fed, dalam menentukan suku bunga acuan Fed Rate sejak 2013 selalu membayangi pergerakan rupiah.
Kini, faktor lain muncul dari Negeri Paman Sam: pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 8 November mendatang. Setiap akhir debat calon presiden, rupiah pun merasakan efeknya. Karena itu, Bank Indonesia bersiaga menjaga stabilitas kurs rupiah. (Baca: Jaga Rupiah, BI Dorong Dana Repatriasi Masuk Sektor Riil).
Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan negara yang neraca perdagangan atau neraca transaksi berjalannya masih defisit, seperti Indonesia, kestabilan kurs menjadi sangat penting. Sebab, kurs yang stabil dibutuhkan bagi importir dan eksportir untuk merencanakan usahanya.
“Kalau kurs bergejolak, melemah terlalu cepat atau menguat terlalu cepat, tidak bagus untuk transaksi ekspor-impor. Jadi apakah nanti ada gejolak pada pilpres Amerika, ya, dimonitor saja,” kata Mirza di kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Jumat, 7 Oktober 2016.
Menurut dia, siapa pun yang terpilih menjadi Presiden Amerika tak akan signifikan mempengaruhi rupiah. Sebab, pasar akan melihat pada kondisi ekonomi negara tersebut. (Baca: Keperkasaan Rupiah Dibayangi Sejumlah Tantangan).
Saat ini, kata Mirza, pasar lebih memperhatikan kemungkinan kenaikan suku bunga Fed Rate yang diproyeksikan pada akhir tahun ini. Untungnya, kebijakan moneter Amerika lebih bisa diprediksi dibanding pada 2013, sehingga volatilitas nilai tukar tidak signifikan.
Dari sisi domestik, pasar melihat pada kondisi inflasi dan perekonomian Indonesia. Jika pemerintah bisa menjaga makro ekonomi dengan baik, semestinya kenaikan Fed Rate tidak mempengaruhi kurs rupiah secara signifikan. “Fed Rate mau ke mana juga bisa lebih diprediksi. Suku bunga (acuan) yang saat ini rendah bisa tetap rendah,” ujar dia. (Baca: Banjir Dana Repatriasi, Rupiah Tembus Level 12 Ribuan per Dolar).
Apalagi, setelah keberhasilan program pengampunan pajak alias tax amnesty pada periode pertama, rupiah mengarah ke level Rp 13.000 per dolar Amerika. Data Bloomberg hari ini menunjukan rupiah berada pada posisi Rp 13.004 per dolar Amerika pukul 15.15 WIB. Posisi ini melemah tipis dari pembukaan yang berada pada level Rp 12.996 per dolar AS.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra sempat mengatakan perkembangan positif pengampunan pajak yang diikuti dengan data-data ekonomi ekonomi berdampak pada penguatan rupiah. Namun, rupiah hingga akhir tahun masih akan dipengaruhi oleh kenaikan Fed Rate dan hasil pilpres Presiden. Sedangkan dari dalam negeri, pasar juga akan memerhatikan pertumbuhan ekonomi di kuartal tiga2016. (Lihat pula: Fed Tahan Bunga, Indeks Harga Saham Berpotensi Cetak Rekor).