Terus Naik, Utang Luar Negeri Pemerintah Hampir Samai Swasta
Saat utang luar negeri swasta terus menurun, utang luar negeri pemerintah kian menanjak. Hingga Agustus 2016, besaran utang luar negeri pemerintah telah mencapai US$ 159,7 miliar, hampir setara dengan nilai utang luar negeri swasta yang mencapai US$ 163,3 miliar.
Ekonom Bank Central Asia David Sumual menjelaskan besaran utang pemerintah yang hampir menyamai swasta ini mulai terjadi sejak Juli 2016. Hal tersebut karena utang pemerintah terus meningkat, sedangkan utang swasta mengalami tren penurunan dalam 2,5 tahun terakhir sejak 2013.
Meski utang luar negeri pemerintah kian besar, David menilai utang tersebut tidak berisiko. Asalkan utang pemerintah ini bersifat jangka panjang dan digunakan untuk belanja yang produktif. Pemerintah juga harus bisa menjaga rasio utangnya masih di bawah batas aman, atau 2,5 persen dari Produk Domestik bruto (PDB) masih.
“Enggak apa-apa, yang penting tujuannya jelas untuk dorong platform pertumbuhan ekonomi yang lebih baik ke depan,” kata David kepada Katadata, Selasa (18/10). (Baca juga: Bidik Kenaikan Peringkat Utang, Sri Mulyani 'Merayu' S&P)
Bank Indonesia (BI) baru saja merilis total utang luar negeri (pemerintah dan swasta) tumbuh 6,3 persen menjadi US$ 323 miliar pada Agustus 2016. Pertumbuhan ini melambat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 6,6 persen. Namun, porsi utang pemerintah tercatat hampir menyamai swasta.
Utang pemerintah naik 19,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year) menjadi US$ 159,7 miliar. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding Juli yang naik sebesar 18,7 persen. Dengan perkembangan ini, maka porsi utang luar negeri pemerintah telah mencapai 49,4 persen dari total utang luar negeri. (Baca juga: Belanja Pemerintah Menipis, BI: Ekonomi Cuma Bisa Tumbuh 5 Persen)
Imbas meningkatnya utang pemerintah, utang jangka panjang naik 8,1 persen dibanding tahun lalu menjadi US$ 282,5 miliar. Dengan demikian porsi utang jangka panjang menjadi 87,5 persen terhadap total utang luar negeri. Sementara itu, porsi utang jangka pendek hanya 12,5 persen.
Sedangkan utang dari debitur swasta masih dalam tren penurunan. Pada Agustus lalu, utang luar negeri swasta tercatat sebesar US$ 163,3 miliar atau menurun 3,9 persen dibanding tahun lalu (year on year). Lagi-lagi, penurunannya lebih dalam dari Juli 2016 yang turun 3 persen. Akibat penurunan itu, porsi utang luar neger swasta menjadi 50,6 persen terhadap total utang luar negeri.
Mengacu pada data BI, hampir seluruh sektor mengalami penurunan utang, kecuali listrik, gas dan air bersih yang masih tumbuh tipis. Adapun porsi utang swasta terbesar masih dipegang oleh sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air bersih. Nilainya mencapai 75,5 persen terhadap total utang luar negeri swasta.
Menurut David, menurunnya utang swasta ini terjadi lantaran harga komoditas terus turun. Hingga saat ini belum ada sektor lain yang bisa menggantikan ‘booming’ komoditas. Perekonomian juga masih melambat, sehingga permintaan belum menunjukkan peningkatan. (Baca juga: Impor Melambat, Surplus Dagang September Tertinggi Sejak 2015)
Soal perkembangan utang luar negeri ini, Direktur Eksekutif BI Tirta Segara mengatakan kondisinya masih cukup sehat. Meski begitu, BI masih akan terus mewaspadai risiko utang, terutama utang luar negeri swasta terhadap perekonomian nasional. “Ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makro ekonomi," kata dia.