Beban Cicilan Utang Pemerintah Capai 37 Persen Penerimaan Negara
Pemerintah telah menggelontorkan uang Rp 398,1 triliun sejak Januari hingga September lalu untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang. Jumlahnya setara dengan 36,8 persen dari total realisasi penerimaan negara hingga akhir September lalu yang mencapai Rp 1.081,2 triliun.
Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan yang dilansir Oktober ini, pembayaran utang sebesar Rp 398,1 triliun tersebut terdiri dari pokok utang Rp 251,55 triliun dan bunga Rp 146,55 triliun. (Baca juga: Terus Naik, Utang Luar Negeri Pemerintah Hampir Samai Swasta)
Sebagai informasi, semula dalam APBN Perubahan 2016, pemerintah menargetkan penerbitan utang baru sebesar Rp 713,75 triliun. Utang baru tersebut dialokasikan untuk beberapa pos. Perinciannya, membayar utang lama sebesar Rp 322,34 triliun, menutup defisit anggaran yang sebesar 2,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 296,72 triliun, dan pembiayaan nonutang Rp 94,69 triliun.
Meski begitu, utang baru berpeluang bertambah. Salah satu penyebabnya adalah defisit anggaran berpotensi membengkak seiring dengan seretnya penerimaan negara. Jika pembengkakan mencapai 2,7 persen terhadap PDB, maka nominal deifisit bisa bertambah sekitar Rp 37-39 triliun menjadi Rp 333,7 triliun hingga Rp 335,7 triliun. Tambahan defisit ini bakal kembali dibiayai dengan utang.
(Baca juga: Defisit Bertambah, Pemerintah Siapkan Obligasi Rp 39 Triliun)
Adapun total utang pemerintah pusat hingga Sepetember lalu mencapai Rp 3.444,82 triliun. Artinya, terdapat kenaikan utang sebesar 8,1 persen dari posisi akhir Desember 2015 yaitu Rp 3.165,13 triliun. Rinciannya, pinjaman sebesar Rp 744 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 2.701 triliun.