Bank Dunia: Inflasi Rendah dan Bantuan Tunai Tekan Angka Kemiskinan
Bank Dunia menilai kebijakan pemerintah di bidang pangan dan bantuan langsung tunai mampu menekan angka kemiskinan. Buktinya, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun 0,4 persen pada kuartal pertama 2016. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak 2013.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Pasifik Ndiame Diop mengatakan kebijakan impor beras dan operasi pasar oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) sejak akhir 2015 telah menjaga stabilitas harga beras. Kebijakan tersebut juga mendorong inflasi berada di level terendah sepanjang empat tahun terakhir. Stabilnya harga pangan, terutama beras, dianggap membantu penurunan angka kemiskinan. (Baca juga: Indonesia dan Cina, Motor Pengentasan Kemiskinan Dunia).
Selain inflasi yang rendah, penurunan angka kemiskinan juga didorong oleh program keluarga harapan (PKH). "Setiap Rp 1 yang diberikan untuk program PKH akan mendorong penurunan kemiskinan 2,5 kali lebih cepat dibanding memberi beras miskin (raskin)," kata Diop saat acara Indonesia Economic Quarterly (IEQ) di Paramadina Institute, Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2016.
PKH merupakan program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sangat miskin. Bantuan tersebut diarahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Ke depan, Diop mengusulkan agar pemerintah meningkatkan anggaran program pendampingan sosial ini, dengan harapan tingkat kemiskinan turun lebih cepat. (Baca juga: Optimisme Sri Mulyani Mengikis Kemiskinan).
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga menyinggung efektivitas bantuan langsung tunai. Menurutnya, program ini berpengaruh besar terhadap daya beli. Kebijakan tersebut dinilai jauh lebih efektif dibanding kebijakan gaji ke-13 dan 14 untuk pegawai negeri sipil (PNS). Sebab, jumlah PNS yang hanya 4,5 juta dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia dinilai tak cukup signifikan mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
Adapun Staf Khusus Presiden Denni P. Purbasari mengungkapkan besarnya peran PKH dalam menekan kemiskinan juga disadari pemerintah. Karena itu, tahun ini PKH diberikan kepada 3,5 juta rumah tangga, meningkat dibanding 2015 yang hanya 2,8 juta. Pemerintah juga sedang mempertimbangkan program khusus untuk rumah tangga di daerah terpencil. "Sebab akses keuangan di wilayah tersebut yang minim. Pemerintah juga akan meninjau kembali alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan agrikuktur," ujar Denni.
Untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ini, Ndiame Diop menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam mengalokasikan anggaran Ia menilai, anggaran untuk agrikultur bisa dikurangi karena pada kenyataannya kenaikan alokasi tidak berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas di sektor ini. Dana tersebut lalu ditempatkan pada program yang mendukung produktivitas.
Dalam jangka panjang, Diop merekomendasikan adanya sertifikasi untuk guru. Tujuannya, untuk mendorong reformasi pendidikan di Indonesia. Apalagi, dalam beberapa dasa warsa terakhir, pendidikan siswa di Indonesia dinilai buruk oleh kalangan internasional. Diop menilai hal tersebut dapat mendorong pengentasan kemiskinan dan ketimpangan di masa depan.
Sejauh ini, Diop menilai ketimpangan di Indonesia telah membaik. Hal tersebut tampak dari koefisien gini yang turun sebesar 1,1 poin menjadi 39,7 di Maret 2016. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak krisis 1998. Koefisien gini adalah ukuran ketidakmerataan distribusi pendapatan penduduk. "Capaian ini sangat baik bila dibanding pengalaman (negara) internasional lainnya," kata dia. (Baca juga: Maret 2016, Ketimpangan Ekonomi Kembali Turun)