Pemerintah Harus Selesaikan Tiga Aspek dalam RUU Migas
Pemerintah masih berupaya merevisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Untuk itu, pemerintah harus menyelesaikan tiga aspek yang terkait dengan undang-undang tersebut.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, ketiga aspek tersebut yakni aspek teknis, sosial dan politik. Untuk menyelesaikan aspek politik, pemerintah harus membahasnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). " Dengan DPR nanti ada prosesnya, pembicaraannya belum mulai, " katanya di Kementerian ESDM, Jumat (4/11).
(Baca: Revisi Undang-Undang, DPR Belum Bulat Sikapi Status SKK Migas)
Salah satu poin penting yang disorot Arcandra dari pembahasan RUU Migas ini adalah penguatan perusahaan migas nasional. Tujuan penguatan tersebut untuk menyokong kedaulatan energi di Indonesia sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo.
Salah satu BUMN yang bergerak di sektor migas adalah PT Pertamina (Persero). Namun, kontribusi Pertamina terhadap produksi nasional masih sekitar 24 persen. Angka ini lebih rendah dari Saudi Aramco yang hampir 99 persen. Bahkan, masih kalah dengan BUMN Malaysia, Petronas yang bisa mencapai sekitar 50 sampai 60 persen.
(Baca: DPR Bahas Opsi Penghapusan Hukuman Penjara dalam UU Migas)
Namun, Arcandra belum mau menjelaskan secara detail mengenai konsep penguatan BUMN migas tersebut. Yang jelas, saat diskusi mengenai RUU Migas bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Selasa (1/11) lalu, ia sempat membuka opsi penggabungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan Pertamina.
Selain itu, Arcandra menyinggung mengenai aset migas berupa cadangan migas nasional. Saat ini aset migas tersebut masih dikelola oleh SKK Migas. Padahal SKK Migas bukanlah lembaga bisnis, sehingga tidak bisa melalukan monetisasi aset tersebut.
Ke depan, ia berharap, aset tersebut bisa dimonetisasi sebagai tambahan sumber pembiayaan. “Bagaimana caranya aset bisa leverage, kami manfaatkan agar national company bisa kuat,” ujar dia.
Di sisi lain, Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus mengaku khawatir jika aset-aset migas berpindah dari SKK Migas dan digunakan sebagai jaminan dalam bentuk utang atau bon. "Itu bahaya karena fluktuasi harga minyak itu tidak tentu, kalau tiba-tiba harga minyak naik dan turun bagaimana," kata dia kepada Katadata Selasa, (1/11).
(Baca: Limpahan Aset dari SKK Migas Bisa Perbesar Belanja Modal Pertamina)
Agar aset cadangan migas bisa termanfaatkan dengan baik, maka dia meminta Pertamina harus bisa memonetisasi cadangan migas secara cepat. Tujuannya agar aset tersebut tidak mengendap lama di dalam tanah.