Perbankan Ungkap Sebab Enggan Beri Kredit ke Sektor Perikanan
Perbankan nasional mengakui saat ini masih enggan menyalurkan kredit ke sektor perikanan. Tingginya tingkat kredit macet dan hambatan regulasi membuat perbankan perlu mengkaji secara lebih dalam terlebih dahulu, sebelum menyalurkan kredit ke sektor ini.
Beberapa bank pelat merah mengungkapkan alasan sulitnya sektor perikanan mendapatkan akses kredit dari perbankan. Salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menganggap sektor perikanan rentan terhadap regulasi yang dibuat pemerintah.
Vice President Divisi Agribisnis BRI Wahyu Sulistiono menjelaskan salah satunya kebijakan moratorium penggunaan kapal asing di perairan Indonesia. Di satu sisi, kebijakan ini baik untuk menghidupkan industri kapal dalam negeri, meski kapasitas dan teknologinya masih terbatas. Di sisi lain, hal ini menyebabkan produksi hasil perikanan nasional menurun. Kondisi ini cukup riskan bagi perbankan menyalurkan kredit ke sektor ini.
Meski begitu, Wahyu mengaku sebenarnya BRI mendorong industri perikanan menerapkan kebijakan yang telah dibuat pemerintah. Misalnya regulasi yang yang terkait kepedulian terhadap lingkungan dan aspek sosial, serta tata kelola yang baik. (Baca: Kadin Desak Industrialisasi Perikanan Libatkan Banyak Pihak)
BRI berkomitmen untuk tidak memberikan kredit untuk peralatan yang berdampak negatif pada lingkungan. "Kalau alatnya merusak lingkungan, bukan sasaran BRI," ujar Wahyu dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kadin di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (7/11).
Larangan penggunaan alat tangkap cantrang juga cukup berpengaruh. Alasannya, para investor masih belum mengetahui pengganti alat tangkap jenis ini, yang juga akan berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan.
"Jadi kami masih wait and see. Kalau alat pengganti cantrang ini ada yang feasible, tidak disuruh masuk pun kami akan ke sana," ujarnya.
Cantrang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan selambar tali panjang.
Wahyu menyarankan para investor yang mau masuk ke sektor perikanan ini akan lebih mudah untuk mengambil kredit dalam bidang hilirisasi sektor perikanan. Tentunya hal ini membutuhkan dukungan pembangunan infrastruktur dari pemerintah. (Baca: Susi: Rusia Akan Bangun 10 Pengolahan Ikan di Indonesia)
Dia mencontohkan bisnis penyimpanan dan pembekuan yang dapat menambah nilai produk hasil perikanan. Walaupun memang sampai saat ini, dia mengakui bahwa (NPL) atau kredit macet sektor ini masih cukup tinggi. Namun, dia tidak menyebutkan berapa besar persentasenya.
Sementara itu, Pemimpin Divisi Bisnis Menengah BNI Josdi Situmorang mengakui kualitas kredit di sektor perikanan kurang bagus, tapi pasarnya sudah baik. Makanya, perbankan masih akan melihat dulu bagaimana prospek bisnis investor ke depan.
Hal lain yang menghambat perbankan menyalurkan kredit adalah risiko ketersediaan dan kesinambungan bahan baku. Menurut Josdi, faktor cuaca juga bisa membuat investasi tidak berjalan. Kemudian ketersediaan dan kapasitas kapal, dan infrastrktur yang belum memadai membuat risiko-risiko tersebut menjadi perhatian serius perbankan.
"Terakhir, fluktuasi harga ikan yang tidak menentu juga menjadi salah satu pertimbangan," ujarnya. (Baca: Menhub Minta BUMN Berbagai Sektor Bantu Program Tol Laut)
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih menyadari adanya keterbatasan infrastruktur di sektor perikanan. Ini merupakan salah satu hal yang menghambat pengembangan industri kelautan dan perikanan Indonesia.
Menurutnya pemerintah tengah mengupayakan agar sektor ini kembali berkembang. Pemerintah akan terus menggenjot pembangunan infrastruktur seperti pembangunan 24 pelabuhan besar, Jalan Tol, Bandara, Kereta Api, Trayek Perintis, dan juga pasokan listrik melalui program 35.000 MW.
"Artinya pembangunan infrastruktur menjadi salah satu kendala mengembangkan industri kelautan, tapi perlahan sedang kami benahi," ujarnya.