Gubernur BI Minta Dukungan Jokowi Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meminta dukungan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menyukseskan rencana redenominasi Rupiah. Redenominasi adalah penyederhanaan mata uang dengan memangkas sejumlah angka nol, tanpa mengubah nilainya.
Hal tersebut disampaikan Agus dalam acara peluncuran pecahan uang Rupiah tahun emisi 2016. "Kami juga ingin usulkan kepada Presiden, mohon mendukung proses penyelesaian RUU Redenominasi Rupiah,” kata agus di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Senin, 19 Desember 2016.
Agus menegaskan penyederhanaan nilai ini tidak akan mengurangi daya beli masyarakat. Sebab, dalam redenominasi, harga barang dan jasa akan turut disesuaikan hingga sebanding penyederhanaan mata uang. Hal itu berbeda sanering yang merupakan pemotongan nilai mata uang. “Dengan adanya RUU tersebut, akan dilakukan penyederhanaan jumlah digit redenominasi Rupiah serta diikuti penyesuaian harga barang dan jasa."
(Baca juga: Paripurna DPR Tetapkan Dua Deputi Gubernur Bank Indonesia)
Agus pun meminta Presiden agar aturan ini bisa dibahas segera. Sebab, setelah regulasi disepakati pun, proses transisi bisa makan waktu sewindu. Di antaranya, termasuk dua tahun untuk mempersiapkan pecahan uang baru.
Toh, Jokowi tak menjanjikan apa-apa pada. “UU ini harusnya masuk ke Prolgenas, tapi ternyata kami lihat ini memperlukan apa (waktu). Setelah Prolegnas masih dibawa ke DPR, ini butuh waktu yang panjang,” ujar Jokowi usai acara.
Upaya redenominasi sebenarnya telah dilakukan sejak 2013 lalu, namun karena kondisi ekonomi global kurang mendukung, pemerintah pun menundanya. Tahun ini, Bank Indonesia kembali mengusulkan RUU Redenominasi Rupiah. Sayangnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak memasukan 18 pasal dalam RUU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun depan.
(Baca juga: BI Waspadai Ancaman Kenaikan Agresif Bunga The Fed)
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno menjelaskan, ada beberapa hal yang membuat DPR menolak usulan untuk memasukkan RUU Redenominasi Rupiah dalam Prolegnas 2017. Pertama adalah situasi sosial dan politik Indonesia yang dinilai tak cukup stabil. "Banyak isu dari fraksi yang menjadikan redenominasi dipandang sensitif," ujarnya.
Selain itu, rencana mengubah pecahan Rp 1.000 jadi Rp 1 ini juga dikhawatirkan menimbulkan salah persepsi di masyarakat. "Adanya kekhawatiran salah tafsir, yang nantinya dikira bahwa redenominasi sama seperti program sanering," katanya.
Hal itu dinilai berbahaya, sebab sanering dilakukan suatu negara dalam kondisi ekonomi tidak stabil. Misalnya, inflasi tinggi sehingga nilai mata uang dan daya beli merosot dengan cepat.
(Baca juga: Rupiah Melemah, Pertamina Naikkan Harga BBM Non-subsidi)
Hendrawan menilai, RUU Redenominasi baru bisa dibahas dan diterapkan bila Bank Indonesia bisa membuktikan bahwa stabilitas perekonomian, termasuk harga barang terjaga.